Jumat, 14 Agustus 2009

Islam Tak Bisa Jadi Kambing Hitam

SEBELUM terjadi serangan terhadap menara WTC pada 11 September 2001, Indonesia sudah diguncang oleh serangkaian aksi teror. Bebeberapa aksi teror yang signifikan adalah peledakan di Gedung Atrium Senen 1 Desember 1998, Plaza Hayam Wuruk 15 April 1999, Mesjid Istiqlal tahun 1999, Gereja (GKPI) Medan 28 Mei 2000, Gereja Katolik Medan 18 Mei 2000, serta peledakan di Rumah Kedubes Filipina 1 Agustus 2000.
Gedung Atrium Senen kembali jadi sasaran pada 1 Agustus 2001 dan 24 April 2001, kemudian beberapa Gereja di malam Natal tahun 2000 dan 2001, di Kuta Bali 12 Oktober 2002, peledakan di Menado November 2002, Mc Donald, Makassar 5 Desember 2002, Hotel JW Marriot, Jl Mega Kuningan 5 Agustus 2003, di depan Kedubes Australia, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta 9 September 2004 dan peledakan bom Bali II 1 Oktober 2005.
Terlihat sekali dari data di atas bahwa tidak bisa kasus-kasus seperti ini hanya Islam kambing hitamnya atau Islamlah yang menjadi faktor utama munculnya tindakan teror ini.
Kasus-kasus seperti ini harus diletakkan dalam konteks yang benar, baik dari perspektif doktriner, historis, kultural maupun ekonomi politik. Artinya, berbagai indikator itu harus dipertimbangkan. Setelah itu, barulah kita bisa melihat dimanakah “letak agama” dalam kasus-kasus terorisme.
Dengan cara demikian maka kita bisa menilai benarkah Islam sebagai agama harus yang bertanggungjawab sepenuhnya terkait kasus-kasus terorisme di seluruh dunia dewasa ini ?

BEBERAPA FAKTOR
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan jika ingin membicarakan faktor penyebab munculnya tindak teroris. Di antaranya, pertama, dimensi internasional. Para teroris memandang pihak Barat, terutama Amerika Serikat (AS) selalu berpihak kepada Israel dalam konflik Timur Tengah. Kemudian diperburuk oleh perang Afghanistan dan Irak.
Barat dan AS akan terus menjadi sasaran kelompok radikal kecuali jika mereka mengubah kebijakannya terhadap Timur Tengah. Selama penyelidikan diketahui bahwa salah satu motivasi teroris adalah untuk menentang ketidakadilan dan tekanan yang dilakukan Barat pimpinan AS.
Dimensi kedua, adalah masalah internal, Salah satu faktor penting yang mendorong terorisme adalah kesalahan penafsiran dan pemahaman ajaran agama Islam. Ideologi dan “mind-set” para teroris memandang, bahwa tindakan mereka dapat dibenarkan agama, oleh sebab itu resiko apapun akan mereka hadapi. Tindakan ini tidaklah mengenal batas negara. Ideologi dan “mind-set” kelompok radikal telah menjadi prinsip perjuangannya.
Perang melawan teror harus dilihat sebagai perang gagasan yang mengarah kepada memenangkan pikiran dan hati mereka yang bersimpati atau mendukung gagasan para teroris.

POLITIK DAN
KESENJANGAN SOSIAL

Hal ini harus dilaksanakan secara serempak dengan memusatkan pada faktor-faktor terkait seperti kemiskinan, pendidikan dan masalah sosial-politik, karena itu tindak kekerasan dalam masyarakat bisa disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, karena persoalan politik. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa perusakan dan tindakan kekerasan karena persaingan politik maupun rekayasa yang bernuansa politis, sehingga membakar emosi masyarakat untuk saling berhadapan dengan saudaranya sendiri.
Kedua, karena kekecewaan terhadap kesenjangan sosial yang tidak sejalan dengan harapannya, baik dalam masalah ekonomi, politik, hukum maupun budaya ditambah lagi pemahaman sepihak terhadap ajaran keagamaan yang mendorong bertindak dan berperilaku ekstrim tanpa mempertimbangkan maslahat dan madharatnya bagi kehidupan masyarakat yang sangat beragam dari segi suku, agama maupun golongan.
Faktor tersebut merupakan potensi yang bisa meledakkan emosi dan tindakan anarkis yang mengerikan padahal tidak ada kaitannya dengan masalah agama. Karena sedari awal harus bisa meminimalisasi bahkan mengeliminasi berbagai faktor munculnya tindak kekerasan tersebut.

ISLAM AGAMA JALAN TENGAH
(al Din al Tawassuthi)
Islam adalah agama yang selalu mengajarkan konsep keseimbangan atau jalan tengah dalam segala hal, baik dalam hal konsep, akidah perilaku, hubungan sesama manusia.
Konsep seperti ini dalam Al-Quran disebut dengan “jalan lurus” (sharat al-mustaqim). Bahkan pepatah Arab mengatakan : “Sebaik-baik perkara adalah tengah-tengah”.
Sikap tengah (moderat) merupakan salah satu ciri ajaran Islam yang tidak didapati dalam agama-agama sebelumnya. Allah berfirman :”Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan (tengah-tengah) agar kamu menjadi saksi-saksi atas (perbuatan) manusia ……” (Al-Baqarah ayat 143)
Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa umat Islam yang mempunyai ciri moderat dan toleran akan menjadi saksi atas segenap umat manusia. Sikap moderat dan toleran ini pernah dipraktikan oleh muslim klasik (yang dimaksud dengan Islam klasik adalah era di mana pemikiran rasional yang amat dominan ketika itu).
Mereka amat terbuka terhadap pemikiran dan budaya lain. Saya melihat ayat tersebut di atas sangat terkait dengan penanganan terhadap gejala radikalisme saat ini.
Karenanya tidak berlebihan jika ingin mengurangi sikap radikalisme di Indonesia, semestinya mengambil langkah konkret dengan cara merevitalisasi Islam zaman klasik.
Karena model Islam yang seperti inilah cocok untuk konteks Indonesia yang heterogen. Tentu saja Islam klasik yang dimaksud di sini tidak dimaknai secara definitif, tapi lebih mengacu kepada sikap dan moralitas Islam yang dianut muslim klasik yang sangat toleran dan moderat dalam menghadapi fenomena keberagaman pemahaman dan keyakinan serta mampu mengakomodasi nilai-nilai klasik.

Fenomena Bom Bunuh diri dalam Tinjauan Syari'at Allah

Jihad di dalam Islam merupakan salah satu amalan mulia, bahkan memiliki kedudukan paling tinggi. Sebab, dengan amalan ini seorang muslim harus rela mengorbankan segala yang dimiliki berupa harta, jiwa, tenaga, waktu, dan segala kesenangan dunia untuk menggapai keridhaan Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah Ta'ala:

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Meraka berperang di jalan Allah. Lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah:111)

Karena amalan jihad merupakan salah satu jenis ibadah yang disyariatkan oleh Allah Azza wa Jalla, maka di dalam mengamalkannya pun harus pula memenuhi kriteria diterimanya suatu amalan. Yaitu ikhlas dalam beramal dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Jika salah satu dari kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka amalan tersebut tertolak. Hal ini telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana dalam hadits Abu Musa Al-Asy'ari radhyialllahu 'anhu:
Ada seorang Badui datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya: Ada seseorang yang berperang karena mengharapkan ghanimah (harta rampasan perang, red), ada seseorang yang berperang agar namanya disebut-sebut, dan ada seseorang yang berperang agar mendapatkan sanjungan, manakah yang disebut fisabilillah? Maka jawab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

من قاتل لتكون كلمة الله هي العليا فهو في سبيل الله

"Barangsiapa yang berperang agar kalimat Allah itulah yang tinggi, maka itulah fisabilillah." (Muttafaqun alaihi)

Telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Dzabyan, ia berkata: Aku telah mendengar Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhu bercerita:
Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengutus kami (memerangi kaum musyrikin) ke daerah Huraqah. Lalu kami pun memerangi mereka di pagi hari secara tiba-tiba. Akhirnya, kami dapat mengalahkan mereka. Kemudian aku bersama seseorang dari kalangan Anshar mengejar salah seorang dari mereka. Ketika kami mendapatkan dan hendak membunuhnya, dia berkata: Laa ilaaha illallah. Maka Anshari tersebut menahan pedangnya, namun aku (tetap) membunuhnya dengan tombakku hingga mati. Maka ketika kami kembali, sampailah (berita ini) kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau berkata: "Wahai Usamah, apakah engkau membunuhnya setelah dia mengucapkan Laa ilaaha illallah?" Aku menjawab: "Dia hanya menjadikannya sebagai perlindungan (bukan dari hatinya)." Maka beliau terus menerus mengulangi ucapannya sehingga aku berkeinginan bahwa aku tidak masuk Islam kecuali hari itu (karena beliau merasa besar kesalahan yang dilakukannya sehingga dengan masuk Islam bisa menghapuskan kesalahan yang terdahulu).

Riwayat ini menunjukkan bahwa di dalam mengamalkan agama Allah Subhanahu wa ta'ala, tidak cukup hanya dengan semangat belaka, namun juga harus dibarengi dengan ilmu agar di dalam mengamalkan suatu amalan dilakukan di atas bashirah (ilmu).


Bunuh Diri Adalah Haram Secara Mutlak

Riwayat-riwayat yang datang dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa membunuh diri sendiri dengaN menggunakan alat apapun merupakan salah satu dosa yang sangat besar di sisi Allah Azza wa Jalla. Berikut ini hadits-hadits yang berkaitan dengan larangan tersebut:
- Diantaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (5778) dan Muslim (158) dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

(( من قتل نفسه بحديدة فحديدته في يده يتوجأ بها في بطنه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا ومن شرب سما فقتل تفسه فهو يتحساه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا ومن تردى من جبل فقتل نفسه فهو يتردى في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا ))

"Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi di tangannya, dia (akan) menikam perutnya di dalam neraka jahannam yang kekal (nantinya), (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa yang meminum racun lalu bunuh diri dengannya, maka dia (akan) meminumnya perlahan-lahan di dalam neraka jahannam yang kekal, (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atas gunung, dia akan jatuh ke dalam neraka jahannam yang kekal (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya."

- Diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim dari Tsabit bin Dhahhak radhyiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

(( ومن قتل نفسه بشيئ في الدنيا عذب به يوم القيامة ))
"Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia, maka dia disiksa dengan (alat tersebut) pada hari kiamat."

- Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada perang Khaibar. Kemudian beliau berkata pada seseorang yang mengaku dirinya muslim: "Orang ini dari penduduk neraka." Ketika terjadi pertempuran, orang tersebut bertempur dengan sengitnya lalu terluka. Dikatakan kepada beliau: "Wahai Rasulullah, yang engkau katakan bahwa dia dari penduduk neraka, sesungguhnya pada hari ini dia ikut bertempur dengan sengitnya, dan dia telah mati." Jawab Rasulullah shallallajhu 'alaihi wasallam: "(Ia) masuk neraka." Hampir saja sebagian manusia ragu (dengan ucapan tersebut). Ketika mereka dalam keadaan demikian, lalu mereka dikabari bahwa dia belum mati akan tetapi terluka dengan luka yang sangat parah. Ketika malam hari dia tidak sabar lagi dan bunuh diri. Lalu dikabarkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang hal tersebut, lalu beliau berkata: "Allahu Akbar, aku bersaksi bahwa sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya." Beliau memerintahkan Bilal untuk berteriak di hadapan manusia:

(( إنه لا يدخل الجنة إلا نفس مسلمة وإن الله ليؤيد هذا الدين بالرجل الفاجر ))

"Sesungguhnya tidaklah ada yang masuk surga kecuali jiwa yang muslim, dan sesungguhnya Allah menguatkan agama ini dengan laki-laki yang fajir (berbuat dosa )."

Dalil-dali di atas sangat jelas mengharamkan bunuh diri dengan segala macam jenisnya dan dengan cara apapun. Inilah yang difahami oleh para ulama rahimahullah. Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu:
"Intihar adalah bunuh diri secara sengaja dengan sebab apapun, dan ini diharamkan dan termasuk dosa yang paling besar." (Fatawa Islamiyyah, 4/519).


Fatma Ulama Tentang Bom Bunuh Diri

Para aktivis pergerakan dari kalangan hizbiyyun yang melakukan amalan hanya bermodal semangat dan tidak berusaha memecahkan suatu permasalahan secara ilmiah berdasarkan pandangan yang shahih dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam serta tidak menjadikan ulama rabbani sebagai rujukan, menyebabkan mereka melakukan pembelaan terhadap amalan yang batil ini.
Kalangan "ulama" mereka pun berusaha mendukung dengan cara menempatkan dalil namun tidak pada tempatnya. Bahkan tidak sedikit dari mereka merendahkan fatwa ulama yang melarang amalan ini dengan menyatakan: "Mereka adalah ulama yang tidak mengerti waqi' (kondisi)." "Mereka hanya pantas mengurusi masalah haid dan nifas saja. Adapun masalah jihad, maka ada ulama tersendiri." Masya Allah!
Ternyata yang mereka anggap sebagai ulama adalah para "ulama gadungan" yang memiliki pemikiran Khawarij, Quthbiyah, dan Ikhwani seperti Salman Al-Audah, Sulaiman Al-Ulwan, Ibrahim Ad-Duwaisy, Sa'id bin Musfir, Yusuf Al-Qardhawi, dan yang semisal mereka. Bahkan di antara mereka ada yang menukilkan ijma' para ulama tentang bolehnya hal tersebut. Bukankah ini penukilan yang aneh? Bagaimana mungkin terjadi ijma' dalam keadaan para ulama besar mengingkari perbuatan ini, seperti Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Abdul Azis Alus Syaikh, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, dan yang lainnya rahimahumullah ta'ala.
(Lihat Tahrirul Maqaal Fi Annahu Intihar Wa Laisa Isytisyhaad, Abu Muhammad Nashir As-Salafi, 17)

Berikut ini adalah fatwa dari Al-Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ta'ala:
"Adapun yang dilakukan oleh sebagian orang berupa intihar (melakukan bom bunuh diri) dengan cara membawa peledak (bom) kepada sekumpulan orang-orang kafir, kemudian meledakkannya setelah berada di tengah-tengah mereka, sesungguhnya ini termasuk bunuh diri, wal 'iyadzu billah. Barangsiapa yang membunuh dirinya, maka dia kekal dan dikekalkan dalam neraka Jahannam selamanya sebagaimana yang terdapat dalam hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Sebab, bunuh diri tidak memberi kemaslahatan bagi Islam karena ketika dia bunuh diri dan membunuh sepuluh atau seratus atau dua ratus (orang kafir), tidaklah memberi manfaat kepada Islam dengan perbuatan tersebut di mana manusia tidak masuk ke dalam Islam. Berbeda dengan kisah anak muda tersebut (maksudnya adalah kisah Ashabul Ukhdud yang panjang, lihat haditsnya dalam Riyadhus Shalihin hadits no. 30 bab: Sabar, pen).
Dan boleh jadi, yang terjadi musuh justru akan semakin keras perlawanannya dan menjadikan darah mereka mendidih. Sehingga semakin banyaklah kaum muslimin yang terbunuh sebagaimana yang ditemukan dari perlakuan Yahudi terhadap penduduk Palestina. Jika mati salah seorang dari mereka dengan sebab peledakan ini dan terbunuh enam, tujuh, maka mereka mengambil dari kaum muslimin –dengan sebab itu- enam puluh orang atau lebih sehingga tidak mendatangkan manfaat bagi kaum muslimin dan tidak bermanfaat pula bagi yang diledakkan di barisan-barisan mereka.

Oleh karena itu, kami melihat, apa yang dilakukan oleh sebagian manusia berupa tindakan bunuh diri, kami anggap bahwa hal itu adalah membunuh jiwa tanpa hak dan menyebabkan masuknya ke dalam neraka, wal iyadzu billah. Dan pelakunya bukanlah syahid. Namun jika seseorang melakukan itu dengan anggapan bahwa hal tersebut boleh, maka kami berharap agar dia selamat dari dosa. Adapun bila dianggap syahid, maka tidak demikian. Sebab, dia tidak menempuh cara untuk mati syahid. Dan barangsiapa yang berijtihad dan dia salah, maka baginya satu pahala." (Syarah Riyadhus Shalihin 1/165. Lihat pula: Tahrir Al-Maqaal: 23-24).


Hukum Menerobos Sarang Musuh

Banyak terjadi kesalahpahaman tentang riwayat-riwayat yang terdapat dalam hadits Nabi shallalahu 'alaihsi wasallam dan para sahabatnya berkenaan tentang masalah ini, disebabkan ketidaktepatan mereka dalam menempatkan nash-nash tersebut pada posisi yang semestinya yang menyebabkan mereka tidak bisa membedakan antara hukum bom bunuh diri dengan menyerang ke barisan musuh (sarang musuh) sampai mati. Dalam masalah ini telah terjadi tiga kubu:
- Pertama adalah kubu yang membawa nash-nash tentang menyerang ke barisan musuh kepada bolehnya melakukan bom bunuh diri, sebagaimana yang difahami oleh para hizbiyyun dari kalangan Ikhwanul Muslimin dan selainnya.
- Kedua adalah kubu yang menganggap seluruhnya adalah tindakan bunuh diri, termasuk menyerang ke sarang musuh hingga mati. Ini difahami oleh sebagian orang yang mengaku Ahlu Sunnah tapi jahil dan tidak mampu membedakan antara dua keadaan.
- Yang benar adalah kubu yang ketiga, yang membedakan antara kedua hukum disebabkan karena terjadinya perbedaan kondisi. Di mana keadaan kedua ini dengan cara sebagian masuk ke daerah musuh lalu melakukan pertempuran hingga terbunuh melalui tangan musuh, bukan meledakkan tubuh sendiri. Adapun keadan kedua ini adalah amalan yang disyari'atkan berdasarkan dalil-dalil yang akan kita sebutkan beserta perkataan para ulama.
Diantara dalil disyariatkannya amalan tersebut:
Tentang tafsir firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 195:
Diriwayatkan oleh Tirmidzi (4/72) dari Aslam Abu Imran At-Tujibi, ia berkata: Ketika kami berada di daerah Romawi, mereka mengeluarkan barisan (tentara perang) yang besar. Maka keluarlah kaum muslimin semisal (jumlah mereka) atau lebih untuk menghadapi mereka. Yang memimpin tentara Mesir adalah Uqbah bin Amir dan jamaah yang lainnya dipimpin Fudhalah bin Ubaid. Maka salah seorang dari kaum muslimin menerobos masuk ke barisan Romawi hingga masuk ke tengah-tengah mereka. Maka berteriaklah manusia dan berkata: Subhanallah, dia telah melemparkan dirinya ke dalam kebinasaan." Maka berdirilah Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu 'anhu berkata: 'Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah mentakwil ayat ini dengan menakwilan seperti ini. (Padahal) sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan kami kaum Anshar di saat Allah telah memuliakan Islam dan semakin banyak para penolongnya, maka sebagian kami berbisik terhadap sebagian lainnya tanpa sepengetahuan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: 'Sesungguhnya harta kita telah terlantar dan sesungguhnya Allah telah muliakan Islam dan semakin banyak penolongnya. Maka sekiranya kita memperbaiki perekonomian kita dan menata kembali apa yang telah terlantar.' Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya tersebut kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai bantahan dari apa yang kami katakan. Maka kebinasaan (yang dimaksud) adalah memperbaiki perekonomian dan menatanya lalu meninggalkan peperangan.' Maka Abu Ayyub terus berjihad di jalan Allah sampai beliau dikuburkan di Romawi."
(Hadit ini dishahihkan oleh Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i dalam Ash-Shahihul Musnad Fi Asbabin Nuzul: 34).

Lihat pula penafsiran para ulama dalam menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 207, dimana Umar bin Khattab dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma membantah komentar orang yang mengatakan tentang salah seorang yang menerobos masuk di antara dua barisan musuh dengan menyatakan: Dia telah melemparkan dirinya dalam kebinasaan. Maka mereka dibantah oleh Umar dan Abu Hurairah dengan firman Allah tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf (5/303) dan Baihaqi dalam Al-kubra (9/46)

Telah diriwayatkan oleh Bukhari (2805) dan Muslim (3523) dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Pamanku Anas bin Nadhr tidak ikut serta dalam perang Badar, maka beliau berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak ikut perang pertama yang engkau memerangi musyrikin. Sekiranya Allah memberi kesempatan padaku hadir dalam memerangi musyrikin, maka Allah akan melihat apa yang akan aku perbuat!" Maka ketika pecah perang Uhud dan kaum muslimin kalah, beliau berkata: "Ya Allah, sesungguhnya aku berudzur padamu dari apa yang dilakukan mereka ini (yaitu larinya kaum muslimin dari medan pertempuran) dan aku berlepas diri kepadamu dari apa yang dilakukan mereka ini (kaum musyrikin)." Lalu beliau maju dan bertemu Sa'ad bin Mu'adz lalu berkata: "Wahai Sa'ad bin Mu'adz, surga, demi Rabb-nya Nadhr, sesungguhnya aku mencium baunya di bawah kaki Gunung Uhud." Kata Sa'ad bin Muadz: "Aku tidak mampu berbuat sepertinya wahai Rasulullah." Berkata Anas bin Malik: "Lalu kami menemukannya terdapat delapan puluh lebih luka berupa tebasan pedang, tombak, dan lemparan panah. Dan kami menemukannya telah dicincang oleh kaum musyrikin, maka tidak seorang pun mengenalnya kecuali saudara perempuannya yang mengenali jarinya." Berkata Anas bin Malik: "Kami mengira bahwa ayat ini turun berkenaan tentangnya." (Al-Ahzab: 23)

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (13/45-46) dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bangkitlah kalian menuju surga yang seluas langit dan bumi." Berkata Umair bin Al-Humam Al-Anshari: "Wahai Rasulullah, surga seluas langit dan bumi?" Beliau menjawab: "Iya." Diapun berkata: "Bakhin, bakhin (ucapan yang menunjukkan rasa takjub, pen)." Maka bertanya Rasulullah: "Apa yang membuatmu mengucapkan bakhin bakhin?" Dia menjawab: "Tidak wahai Rasulullah, melainkan aku berharap agar (aku) termasuk penduduknya." Beliau berkata: "Engkau termasuk penduduknya." Maka dia mengeluarkan beberapa buah korma dari tempatnya lalu memakannya, kemudian berkata: "Jika aku hidup sampai aku memakan buah kormaku ini, sesungguhnya ini adalah kehidupan yang panjang." Diapun melempar korma yang ada di tangannya kemudian bertempur hingga terbunuh.

Berkata An-Nawawi: "(Hadits) ini menunjukkan bolehnya menerobos ke tengah orang-orang kafir dan menghadapi mati syahid. Dan ini boleh, tidaklah dibenci menurut mayoritas para ulama." (Syarah An-Nawawi, 13:46)

Masih ada beberapa dalil lain yang menunjukkan bolehnya amalan ini. (Lihat Sunan Al-Kubra karangan Al-Baihaqi, bab: Man Tabarra'a Bitta'arrudh Bil Qatl, 9: 43-44).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah ta'ala: "Oleh karena itu, para imam empat membolehkan seorang muslim menerobos ke dalam barisan orang-orang kafir, meskipun besar perkiraannya bahwa mereka akan membunuhnya jika yang demikian mendatangkan kemaslahatan bagi kaum muslimin." (Majmu' Fatawa, 28: 540).


Membantah Syubhat yang Membolehkan Bom Bunuh Diri

Mereka yang berpendapat bolehnya melakukan bom bunuh diri selalu menggunakan hujjah berupa dalil-dalil yang membolehkan menerobos masuk ke sarang musuh, dan telah jelas bagi para pembaca rahimakumullah perbedaan di antara keduanya. Namun ada satu dalil yang juga mereka jadikan sebagai alasan bolehnya amalan ini, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, yang menceritakan tentang Ashabul Ukhdud, di mana seorang pemuda yang bertauhid memberikan petunjuk kepada sang raja yang dzalim tentang cara membunuhnya, yang mendatangkan kemaslahatan yang luar biasa, yaitu masuk Islamnya seluruh penduduk kampung dan meninggalkan agama nenek moyangnya. (Lihat kisahnya dalam kitab Riyadhus Shalihin bab "Sabar" hadits no. 30)

Bantahan terhadap pendalilan kisah ini dari beberapa sisi:
Pertama, hadits ini menggambarkan seorang pemuda yang terbunuh namun dia menjadi sebab datangnya kemaslahatan yang jelas, yaitu masuk Islamnya seluruh penduduk kampung. Berbeda dengan bom bunuh diri yang sama sekali tidak mendatangkan kemaslahatan, bahkan kemudharatan yang semakin besar dengan terbunuhnya kaum muslimin dalam jumlah yang semakin hari kian bertambah. Manakah kemaslahatan itu? Apakah orang Yahudi berbondong-bondong masuk Islam dengan sebab amalan tersebut? Berfikirlah wahai orang-orang yang berakal.

Kedua, pemuda tersebut tidak membunuh dirinya sendiri namun dia terbunuh melalui tangan sang raja disaat dia mengucapkan kalimat tauhid (yang menyebabkan) masuk Islam seluruh penduduknya. Berbeda dengan bom bunuh diri yang meledakkan diri sendiri bersama yang lainnya, (yakni) membunuh diri sendiri dengan sengaja, manakah persamaan itu?

Ketiga, terdapat perbedaan antara bunuh diri dengan memberikan petunjuk tentang cara membunuhnya disebabkan karena (ia) mendapatkan ilham akan adanya kemaslahatan yang lebih besar. Adapun yang mereka lakukan tidak lebih meninggalkan bekas yang lebih buruk yang menimpa kaum muslimin dengan sebab balas dendam yang dilakukan oleh orang-orang kafir Yahudi terhadap kaum muslimin yang lemah. Ditambah lagi kurangnya ilmu yang mereka miliki serta tersebarnya kebid'ahan, kemaksiatan, dan jauhnya mereka dari ilmu sunnah .Wallahul musta'an.

Dicopi from http://kahmiuin.blogspot.com/2009/07/fenomena-bom-bunuh-diri-dalam-tinjauan.html

Selasa, 16 Juni 2009

CINTA SEJATI

Cinta sejati
Apakah cinta sejati itu?
Tahukah kamu, apakah cinta sejati itu?
Cinta sejati bukanlah ingin memiliki
Cinta sejati bukan pula nafsu untuk menguasai
Apalagi memanfaatkan

Cinta sejati ialah kerelaan memberi, tanpa ingin dibalas
Cinta sejati itu berkorban, tanpa mengharap imbalan
Cinta sejati adalah menjaga, agar yang dicintai tetap dalam kebaikan
Cinta sejati itu tekad melindungi, menjaga, mengasihi, memberi, berkorban
Meski jiwa, maupun nyawa
Demi kemuliaannya

Dan di antara cinta sejati itu ... ada cinta yang menjadi penghulu segala cinta sejati
Sebuah cinta sejati yang benar-benar sejati
Cinta sejati yang hakiki
Apakah cinta yang hakiki itu?
Tahukah kamu apakah cinta yang hakiki itu?
Cintamu kepada Rabb-mu.

Syaitan bersahabat dengan nafsu

Hakikat bahawa syaitan adalah musuh manusia memang telah diketahui umum. Semua orang mengetahui bahawa syaitan adalah musuh utama mereka. Tetapi tidak ramai mengetauhi bahawa musuh paling ketat adalah di dalam diri mereka sendiri. Musuh itu ialah NAFSU. Nafsu jahat yang berada di dalam diri manusia menyamai dengan 70 syaitan. 

Nafsu ada dua jenis, iaitu nafsu yang baik dan jahat. Nafsu yang baik seteru syaitan manakala nafsu jahat kawan syaitan. Oleh itu hati kita perlu dibersihkan supaya tidak dipengaruhi oleh nafsu yang jahat. 

Hati sebenarnya adalah ‘rumah Allah’ dalam ertikata tempat kita mengingati Allah. Kenapa hati kita jarang mengingati Allah sama ada secara zikir lisan atau hati. Ini tidak lain berpunca daripada pengaruh jahat Syaitan dibantu oleh musuh dalam selimut - nafsu kita. 

Lantaran perjanjian MOU antara syaitan dan nafsu untuk menjerumuskan manusia ke dalam neraka, maka kita sering diabaikan dengan perkara-perkara lain selain mengingati Allah. Syaitan telah bersumpah dari azali lagi untuk merosakkan seluruh manusia. 

Syaitan yang menjadi tentera Iblis sentiasa mencari peluang untuk menyesatkan manusia. Kita tidak nampak dia tetapi syaitan nampak kita. Susah bagi kita memerangi musuh yang kita tidak nampak. Syaitan ada di mana-mana. Bilangannya juga banyak. 

Bagaimana hendak mempertahankan diri dari serangan iblis yang kita tidak nampak. Walaupun kita tidak nampak syaitan, tapi kita mempunyai Allah untuk meminta perlindungan dari gangguan syaitan yang kena rejam. Syaitan takut orang yang banyak mengingat Allah. 

Oleh itu, senjata ampuh untuk melawan syaitan ialah dengan cara mengingat Allah

KEDUNIAAN YANG MERUGIKAN AKHIRAT

Bersyukur ke hadrat Allah Taala kerana melahirkan kita ke alam dunia yang fana ini. Kita dihidupkan dan insyallah akan dimatikan dengan izinNya. Kita dipinjamkan jasad dan nyawa untuk beberapa ketika yang diizinkan yang kita sendiri tidak mengetahui kecuali diriNya. Hidup kita mengikut apa yang disabdakan oleh Baginda Rasul sebagai seorang pengembara yang sedang dalam perjalanan ke suatu destinasi yang jauh dan memerlukan banyak bekalan. Tentunya dalam perjalanan itu banyak halangan dan gangguan yang boleh menjejaskan matlamat untuk ke destinasi. Pengembara yang bijak tidak akan terpengaruh dengan keseronokan dan kebahagiaan sementara yang ditempuh dalam perjalanan kerana dia tahu bahawa dia sebenarnya adalah warga satu alam lagi. Manakala pengembara yang lupa daratan akan menikmati sepuas-puasnya apa sahaja yang ditempuh; seolah-olah iniah dunianya sehingga terlupa matlamat asal untuk menuju ke dunianya yang sebenar. Mereka terpedaya dengan kemanisan dunia dan menyangkakan apa yang dipungut itulah BEKALAN. 

Sebagai seorang pengembara, kita seharusnya bijak melayarkan bahtera ke arah yang betul mengikut kompas yang dipiawaikan oleh Rasul. Untuk sampai ke destinasi AKHIRAT, pungutlah bekalan sebanyak mungkin. Anggaplah segala keseronokan duniawi sebagai BEBAN yang boleh menjejaskan perjalanan ke sana. Ingatlah pesanan orang tua : Kita sebenarnya adalah WARGA AKHIRAT - tempat yang kekal abadi; sementara dunia ini ialah rumah tumpangan sementara yang penuh kepalsuan dan tipu-daya. Oleh itu kita mestilah bijak memilih mana satu BEKALAN dan mana satu BEBAN. Barangan yang dikategori sebagai BEBAN akan menyusahkan perjalanan ke akhirat manakala barangan BEKALAN akan berfaedah untuk kehidupan di sana. Kutiplah bekalan sebanyak mungkin dan hindarkan memikul beban yang menyulitkan perjalanan. 

Ingatlah: “Dunia ini sebagai tempat bercucuk tanam. Hasilnya kita akan kecapi di Akhirat nanti.” 

“Beramallah untuk dunia seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya. Beramallah untuk akhirat seolah-olah kamu akan mati keesokannya.” - Hadith 

Ramai mentafsirkan Hadith ini dari segi keduniaan iaitu kerja bersungguh-sungguh kerana kita akan hidup lama di dunia. Tetapi makna yang tersirat ialah kita hidup lama lagi di dunia jadi kenapa nak bekerja beria-ia mencari pendapatan lebih sedangkan masa banyak lagi. Tetapi dalam hal akhirat, kita akan mati esok - jadi terpaksalah buat persiapan dengan lengkap dan berhati-hati kerana kita akan mati esok. Tafsiran begini jarang diterangkan oleh umum terutama pemburu harta di dunia. 

Islam tidak menghalang umatnya mencari harta-benda dan kekayaan; asalkan ia tidak menghalang dari melakukan pengabdian kepada Allah. Malahan orang Islam yang kaya adalah amat diperlukan kerana ia adalah sumber ekonomi negara dan sebagai juruwang bagi saudaranya yang miskin dan memerlukan bantuan. Orang kaya adalah pembantu orang msikin, orang kuat adalah pelindung golongan yang lemah, orang alim sebagai sumber cahaya dan ilmu kepada orang jahil. Begitulah golongan ini saling bantu-membantu antara satu dengan lain. Apa yang Islam larang ialah meletakkan keduniaan sebagai sasaran utama dalam hidup melebihi hal-hal keakhiratan dan pengabdian kepada Allah. Sekiranya keduniaan diberikan keutamaan dalam hidup bererti konsep syahadahnya terjejas. Intipati syahadah ialah mengaku dengan sebenar-benar pengakuan bahawa Tiada lain yang lebih besar selain Allah dan pengakuan bahawa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ini bererti tumpuan pengabdian hakiki ialah Allah dan BUKANNYA harta-benda dunia. Jika kekayaan dunia dijadikan asas hidup berertilah kita telah membesarkan dunia daripada Allah sendiri; atau dalam kata-kata lain kita bertuhankan harta bukannya Allah. Di sinilah terpesongnya aqidah orang-orang kebendaan. 

Sangat beruntunglah mereka yang mempunyai harta kekayaan yang menjadikannya sebagai modal untuk akhirat. Wang ringgit dipertaruhkan sebagai saham akhirat dengan bersedekah, mendirikan masjid, membantu fakir miskin dan anak yatim, menyelesaikan masalah dan keperluan jiran dan masyarakat sekeliling. Mereka inilah yang berjaya menukar harta menjadikan sebagai pahala atau membeli akhirat dengan dunia. Sebaliknya amat rugi mereka yang mempunyai wang ringgit dan harta kekayaan tetapi membelanjakan untuk perkara-perkara yang tidak mendatangkan sebarang faedah untuk akhiratnya; atau lebih dahsyat jika digunakan untuk kerja-kerja maksiat dan hiburan semata. Di akhirat akan ditanya Allah ke mana wang ringgit kita dibelanjakan dengan begitu halus dan tereperinci. 

Dalam Al-Quran banyak sekali ayat yang menjelaskan bahawa kehidupan akhirat adalah lebih penting dan lebih kekal. Oleh itu sayugia bagi kita melebihkan kehidupan akhirat daripada dunia. Kehidupan di dunia hanya dalam tempoh terhad; jarang-jarang melebihi 90 tahun; tetapi akhirat tiada batasan waktu. Sudahlah begitu diriwayatkan satu hari di akhirat menyamai 1000 tahun di dunia. Jadi berapalah nilai umur dunia dibandingkah akhirat? Orang yang bijak tentunya berpandangan jauh iaitu untuk kehidupan akhirat. Ada di antara orang-orang alim dan para wali sangat mengambil berat tentang pengisian waktu dengan ibadat. Mereka tidak rela membuang masa begitu sahaja. Setiap saat bagi mereka adalah berharga dan mesti diisi dengan sesuatu ibadat supaya tidak terbuang begitu saja. Bagi mereka, setiap nafas yang turun naik akan dipersoalkan. Pada sebelah malam, mereka menggunakan masa untuk beribadat. Masa tidur mereka amat sedikit. 

Sebaliknya mereka yang asyik mengumpul harta dunia untuk dunia adalah berfikiran sempit kerana tidak menjangkau alam abadi di akhirat. Ahli dunia saban masa memikirkan bagaimana nak mengumpul harta benda hingga menjadi kaya. Walaupun sudah kaya, mereka masih berusaha lagi supaya menjadi bertambah kaya; tanpa sedikit pun memikirkan bagaimana harta yang ada pada mereka hendak diinfaqkan di jalan Allah supaya hasilnya dapat dituai di akhirat kelak. Orang kaya begini pada hakikatnya adalah miskin kerana masih banyak memerlukan sesuatu. 

Semasa perjalanan Israk Mikraj, Allah menunjukkan satu golongan yang menanam gandum dan kemudian menuainya. Baru lepas ditanam, terus berbuah dan dituai; begitulah seterusnya. Inilah ibarat orang yang membuat kebajikan sentiasa tak putus-putus menerima ganjaran pahala yang banyak di sisi Allah. Balasan pahala ini akan dinikmati kebahagiaannya di akhirat kelak. 

Dinukilkan dalam sebuah kitab, seorang raja dihadiahkan orang sebuah piala minuman bertatahkan permata fairuz. Piala itu sangat cantik dan amat berharga. Raja sangat gembira menerima hadiah itu. Apabila seorang hukama datang berjumpa dengannya, raja itu bertanya kepadanya mengenai piala tersebut. Hukama itu berkata, “Aku tidak lihat apa-apa dari piala itu kecuali bala dan fakir.” Raja tercengang dan berkata, “Mengapa kamu berkata begitu?” Hukama itu menerangkan, “Kalau piala itu pecah, sudah tentu ia tidak boleh dibaiki lagi dan hati menjadi susah atas bala yang menimpa. Kalau ia dicuri orang, tuanku akan bersedih atas kehilangan itu dan berasa seperti fakir. Bahkan sebelum tuanku dapat piala ini, tuanku tidak ada rasa apa-apa bahkan senang dengan keadaan begini, tetapi selepas ada piala ini, jika berlaku kehilangan tentu tuanku berasa amat sedih.” Selang beberapa bulan, piala yang disayangi raja itu pecah berkecai. Raja itu menjadi sangat sedih dan hampa atas kehilangan piala itu. Dia kembali berjumpa hukama itu dan mengaku atas kebenaran kata-katanya. Kisah ini jelas membuktikan bahawa harta dunia yang kita sayangi tidak memberi apa-apa makna di dunia kecuali kesusahan dan kemiskinan. Bahkan dirasakan amat berat untuk meninggalkan harta itu semasa roh hendak kembali berjumpa Allah. 

Sebagai kesimpulannya, kita hendaklah mempunyai pendirian berkaitan dengan penumpukan harta kekayaan. Yang lebih penting bagi kita ialah adakah kita akan diterima oleh Allah di akhirat kelak sebagai hambaNya yang soleh. Begitu juga adakah Nabi Muhammad saw akan mengaku atau mengiktiraf kita sebagai umatnya. Jika Allah tak mengaku hambaNya dan Nabi Muhammad saw tak mengaku kita sebagai umatnya, ke mana lagi kita nak pergi ketika itu? Ke mana tempat kita nak mengadu nasib? Di dunia bolehlah meminta bantuan dari kaum kerabat dan sebagainya tetapi di akhirat siapa lagi selain Allah dan rasulnya.. Akhirnya sama-sama kita meminta taufiq dan hidayat semoga kita berada di landasan sebenar sebelum kita dipanggil oleh Allah. Kita pohonkan keselamatan dan taubat di atas dosa-dosa kita dan mudahan kita kembali menemuiNya dalam keadaan Allah meredhai kita, insyaallah..

Minggu, 14 Juni 2009

Apakah Allah Membutuhkan Perantara?

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Berdoalah kepada-Ku, pasti akan Aku kabulkan” (QS. Al-Mu’min : 60). Setiap hamba pasti membutuhkan sesuatu yang menopang kehidupannya, sehingga dia akan berusaha untuk meraihnya. Ketika mereka tertimpa bencana, mereka pun bersimpuh dan memohon kepada Allah Ta’ala agar dilepaskan dari marabahaya. Namun sangat disayangkan, sebagian kaum muslimin justru terjerumus ke dalam praktek-praktek kesyirikan tanpa mereka sadari karena berdo’a untuk menggapai keinginan mereka itu.

Dalam berdoa kepada Allah, kita tidak perlu melalui perantara, karena hal itu termasuk perbuatan syirik. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan mereka (kaum musyrikin) beribadah kepada selain Allah sesuatu yang tidak sanggup mendatangkan madharat dan manfaat untuk mereka. Dan mereka beralasan, ‘Mereka itu adalah pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah’” (QS. Yunus : 18). Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong mengatakan, ‘Sesungguhnya kami tidak menyembah mereka, melainkan hanya supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’ ” (QS. Az-Zumar : 3).

Tawassul yang Dibolehkan dan yang Terlarang

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, Yang membolak balikkan hati manusia, Raja yang menguasai segalanya. Siapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan siapa yang disesatkan maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya…

Tawassul dalam tinjauan bahasa dan Al Qur’an

At tawassul secara bahasa artinya mendekatkan diri dengan sesuatu amal (Al Misbahul Munir, 2/660). Bisa juga dimaknai dengan berharap (ar raghbah) dan butuh (Lihat Al Mufradat fi ghoribil Qur’an, 523). Terkadang juga dimaknai dengan “tempat yang tinggi”. Sebagaimana terdapat dalam lafadz do’a setelah adzan: “Aati Muhammadanil wasilata…”. Disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa makna “Al Wasilah” pada do’a di atas adalah satu kedudukan di surga yang hanya akan diberikan kepada satu orang saja.
Ringkasnya, tawassul secara bahasa memiliki empat makna: mendekatkan diri, berharap, butuh, dan kedudukan yang tinggi.

Dalam Al Qur’an, kata “Al Wasilah” terdapat di dua tempat:
[Pertama] di surat Al Maidah ayat 35, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah “Al Wasilah” kepadaNya dan berjuanglah di jalanNya agar kalian beruntung.”
[Kedua] di surat Al Isra’ ayat 57, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari “Al Wasilah” kepada Rabb mereka, siapakah diantara mereka yang lebih dekat (kepada Allah)….”

Dua ayat di atas, terutama surat Al Maidah ayat 35, sering digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai dalil untuk melakukan tawassul yang terlarang. Penyebabnya adalah kesalahpahaman dalam menafsirkan kalimat: “Carilah Al Wasilah kepada-Nya..” Untuk itu, sebelum membahas masalah ini lebih lanjut, akan dibahas tafsir kalimat tersebut dengan merujuk beberapa pendapat para ahli tafsir dalam rangka meluruskan pemahaman tentang kalimat di atas.

Tafsir para ulama tentang makna Al wasilah pada surat Al Maidah ayat 35:
Al Jalalain, “carilah “Al Wasilah” kepadaNya”, maknanya: “carilah amal ketaatan yang bisa mendekatkan diri kalian kepada Allah.” (Tafsir Jalalain surat Al Maidah: 35)
Ibnu Katsir menukil tafsir dari Qatadah, “Carilah “Al Wasilah” kepadaNya”, tafsirnya: “mendekatkan diri kepadanya dengan melakukan ketaatan dan amal yang Dia ridhai.”
Ibnu Katsir juga menukil tafsir dari Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, Abu Wail, Al Hasan Al Bashri, Qotadah, dan As-Sudi, bahwa yang dimaksud “Carilah Al Wasilah…” adalah mendekatkan diri. (Tafsir Ibn Katsir surat Al Maidah ayat 35)
Ibnul Jauzi menyebutkan di antara tafsir yang lain untuk kalimat, “Carilah al Wasilah kepadaNya..” adalah carilah kecintaan dariNya. (Zaadul Masir, surat Al Maidah ayat 35).
Sementara Al Baidhawi mengatakan bahwa yang dimaksud: “carilah al wasilah kepadaNya…” adalah mencari sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendekatkan diri pada pahala yang Allah berikan dengan melakukan ketaatan dan meninggalkan maksiat.” (Tafsir Al Baidhawi “Anwarut Tanzil” untuk ayat di atas).

Mengingat keterbatasan tempat, hanya bisa dinukilkan beberapa pendapat dari kitab tafsir. Di samping itu, hampir semua ahli tafsir menyampaikan pendapat yang sama dengan empat kitab tafsir di atas ketika menafsirkan ayat tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa tafsir yang benar untuk firman Allah: “Carilah al wasilah kepadaNya…” adalah melakukan segala bentuk ketaatan yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah dan menjauhi segala perbuatan maksiat yang bisa menjauhkan diri kita kepada Allah.

Oleh karena itu, sangat tidak benar jika ayat ini dijadikan dalil untuk melakukan tawassul yang tidak disyari’atkan atau tawassul bid’ah. Lebih-lebih jika tawassul tersebut mengandung kesyirikan. Karena kita menyadari bahwa dua perbuatan di atas, nilainya adalah kemaksiatan kepada Allah. Maka siapa yang melakukan tawassul dengan tawassul bid’ah atau tawassul yang mengandung kesyirikan justru dia akan semakin jauh dari Allah. Bukannya dia semakin dicintai Allah tetapi malah justru mendatangkan murka Allah.

Tawassul yang disyari’atkan

Berdasarkan penjelasan tentang pengertian tawassul di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap ketaatan dan sikap merendahkan diri di hadapan Allah dapat dijadikan sebagai bentuk tawassul. Namun di sana ada beberapa amal khusus yang disebutkan dalam dalil untuk dijadikan sebagai bentak bertawassul kepada Allah, di antaranya:

1) Melalui asmaul husna

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya …” (QS. Al A’raf: 180)
Berdasarkan ayat tersebut, dianjurkan bagi setiap yang hendak berdo’a untuk memuji Allah terlebih dahulu dengan menyebut nama-namaNya yang mulia dan disesuaikan dengan isi do’a. Misalnya do’a minta ampunan dan rahmat, maka dianjurkan untuk menyebut nama Allah: Al Ghafur Ar Rahiim.

2) Membaca shalawat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua do’a tertutupi (tidak bisa naik ke langit) sampai dibacakan shalawat untuk Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. At Thabrani dalam Al Ausath dan dihasankan Al Albani)

3) Memilih waktu dan tempat mustajab

Ada beberapa waktu yang mustajab untuk berdo’a, di antaranya:
• Waktu antara adzan dan iqamah, berdasarkan hadits, “Do’a di antara adzan dan iqamah tidak ditolak, maka berdo’alah.” (HR. At Tirmidzi dan dishahihkan Al Albani)
• Di akhir shalat fardhu sebelum salam, berdasarkan riwayat ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Kapankah do’a seseorang itu paling didengar?” Beliau menjawab, “Tengah malam dan akhir shalat fardhu.” (HR. At Tirmidzi dan dihasankan Al Albani). Yang dimaksud “akhir shalat fardlu” adalah setelah tasyahud sebelum salam.
• Satu waktu di hari jum’at setelah ‘Ashar, berdasarkan hadits, “Hari jum’at itu ada 12 jam. Di antaranya ada satu waktu yang jika seorang muslim memohon kebaikan kepada Allah pada waktu tersebut pasti Allah beri. Cari waktu itu di akhir hari setelah ashar.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al Hakim dengan disetujui Ad Dzahabi)
Demikian sekelumit penjelasan tentang kesempatan yang baik untuk berdo’a. Masih terlalu banyak keterangan tentang waktu dan tempat yang mustajab untuk berdo’a yang tidak bisa dipaparkan pada kesempatan ini.

4) Meminta orang shaleh yang masih hidup untuk mendo’akannya

Karena keshalehan dan kedudukan manusia itu bertingkat-tingkat. Sehingga peluang terkabulkannya do’a seseorang juga bertingkat-tingkat sebanding dengan kedekatannya kepada Allah. Oleh karena itu, ada beberapa sahabat yang meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendo’akannya. Namun ada beberapa hal yang perlu untuk diingat terkait dengan meminta orang lain agar mendo’akannya:
• Hendaknya tidak dijadikan kebiasaan. Atau bahkan dijadikan sebagai ucapan latah ketika ketemu setiap orang. Sering dijumpai ada orang yang setiap ketemu orang lain pasti minta agar dido’akan. Bahkan yang lebih baik dalam hal ini adalah berusaha untuk berdo’a sendiri dan tidak menggantungkan diri dengan meminta orang lain. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakr As Siddiq radhiallahu ‘anhu yang tidak meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendo’akan dirinya.
• Do’a yang diminta bukan murni masalah dunia dan untuk kepentingan pribadinya. Semacam lulus tes, banyak rizqi, dan semacamnya. Jika do’a itu untuk kepentingan pribadinya maka selayaknya yang diminta adalah akhirat. Sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat dengan meminta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dirinya dimasukkan ke dalam surga. Atau, jika do’a itu isinya kepentingan dunia, maka selayaknya bukan untuk kepentingan pribadinya namun untuk kepentingan umum, semacam meminta hujan atau keamanan kampung.

5) Amal shaleh

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar seorang da’i yang mengajak untuk beriman kepada Engkau lalu kami beriman…” (QS. Ali Imran: 193).
Pada ayat di atas Allah mengajarkan salah satu cara bertawassul ketika berdo’a, dengan menyebutkan amal shalih yang paling besar nilainya, yaitu memenuhi panggilan dakwah seorang nabi untuk beriman kepada Allah.

Masih banyak bentuk-bentuk tawasul lainnya yang disyari’atkan, namun mengingat keterbatasan tempat tidak bisa disebutkan. Secara ringkas, tawassul yang disyariatkan dapat dikelompokkan menjadi tiga:
• Tawassul dengan memuji Allah sambil menyebut asma’ul husna
• Tawassul dengan meminta orang shaleh yang masih hidup untuk mendo’akannya
• Tawassul dengan amal shaleh. Membaca shalawat, memilih waktu yang mustajab, dan semacamnya tercakup dalam amal shaleh.

Tawassul yang terlarang

Tawassul yang terlarang adalah menggunakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak dijelaskan oleh syari’at. Tawassul yang terlarang dapat dikelompokkan menjadi dua macam:

a) Bertawassul dengan sesuatu yang tidak dijelaskan oleh syariat.

Tawassul jenis ini adalah tawassul yang terlarang, bahkan terkadang menyebabkan timbulnya perbuatan syirik. Misalnya seseorang bertawassul dengan kedudukan (jaah) Nabi ‘alaihis shalatu was salam atau kedudukan orang-orang shaleh di sisi Allah. Karena tawassul semacam ini berarti telah menetapkan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah yang tidak ada dasarnya dalam syariat. Karena kedudukan siapa pun di sisi Allah itu tidak mempengaruhi terkabulnya doa orang lain yang menggunakannya sebagai sarana tawassul. Kedudukan hanya bermanfaat bagi pemiliknya bukan orang lain. Kedudukan Nabi ‘alaihis shalatu was salam di sisi Allah hanya bermanfaat bagi do’a beliau saja dan bukan do’a orang lain. Maka do’a kita tidaklah menjadi cepat terkabul hanya gara-gara kita menyebut kedudukan Nabi ‘alaihis shalatu was salam atau orang shaleh.

Di antara bentuk tawassul semacam ini adalah tawassul yang dilakukan sebagian kaum muslimin pada saat membaca shalawat Badr. Dalam shalawat ini terdapat kalimat, yang artinya: “Kami bertawasul dengan sang pemberi petunjuk, Rasulullah dan setiap orang yang berjihad di jalan Allah, yaitu pasukan perang badar.”
Para ulama menjelaskan bahwa tawassul model semacam ini memiliki dua hukum:
[Pertama] Hukumnya bid’ah, karena tawassul termasuk salah satu bentuk ibadah. Sementara bentuk tawassul dengan cara ini belum pernah dipraktekkan di zaman Nabi ‘alaihis shalatu wa sallam dan para sahabat.
[Kedua] Jika diyakini dengan menggunakan tawassul jenis ini menyebabkan do’anya menjadi cepat terkabul maka hukumnya syirik kecil. Karena orang yang menggunakan kedudukan orang lain di sisi Allah berarti menjadikan sebab tercapainya sesuatu yang pada hakekatnya itu bukan sebab. Pendek kata, tawassul ini termasuk kedustaan atas nama syari’at.
Namun, jika bertawassul dengan menyebut nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi maksudnya adalah untuk menunjukkan keimanannya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti ini dibolehkan. Karena ini termasuk bertawasul dengan amal shaleh yaitu beriman kepada nabi.

b) Tawassul dengan ruh orang shaleh, jin, dan malaikat

Tawassul jenis kedua ini adalah model tawassul yang dilakukan oleh orang-orang musyrik jahiliyah. Mereka meng-agung-kan berhala, kuburan, petilasan orang-orang shaleh karena mereka yakin bahwa ruh orang shaleh tersebut akan menyampaikan do’anya kepada Allah ta’ala. Bahkan bentuk tawassul semacam ini merupakan bentuk kesyirikan yang pertama kali muncul di muka bumi. Kesyirikan yang terjadi pada kaumnya Nabi Nuh ‘alaihi salam. Sebagaimana keterangan Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma ketika menjelaskan awal terjadinya kesyirikan di saat beliau menafsirkan surat Al Baqarah ayat 213. Ibnu Abbas mengatakan, “Jarak antara Adam dan Nuh ada 10 abad. Semua manusia berada di atas syariat yang benar (syariat tauhid). Kemudian mereka berselisih (dalam aqidah). Akhirnya Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi peringatan.”

Ibnu Abbas juga memberi keterangan tentang nama-nama sesembahan kaum Nuh, Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nashr, Ibnu Abbas mengatakan, “Mereka adalah orang-orang shaleh di zaman Nuh. Ketika mereka mati, setan membisikkan kaum Nuh untuk memasang batu prasasti di tempat ibadahnya orang-orang shaleh tersebut dan diberi nama dengan nama mereka masing-masing. Kemudian mereka melaksanakannya namun batu itu belum disembah. Sampai ketika generasi ini (kelompok yang memasang batu) telah meninggal dan generasi berikutnya tidak tahu asal mula batu itu, akhirnya batu itu disembah.”

Demikian pula, kesyirikan yang dilakukan kaum musyrikin jahiliyah. Mereka meyakini bahwa Lata, Uzza, Manat, Hubal, malaikat, jin dan beberapa sesembahan lainnya adalah orang-orang shaleh yang akan mendekatkan diri mereka kepada Allah. Allah menceritakan jawaban mereka ketika didakwahi untuk meninggalkan perbuatan tersebut:
Orang-orang musyrikin mengatakan (yang artinya), “Mereka semua (ruh orang shaleh itu) adalah para pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18)
Orang-orang musyrikin mengatakan (yang artinya), “Tidaklah kami beribadah kepada mereka kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah lebih dekat lagi.” (QS. Az Zumar:3)

Artinya orang musyrik tersebut masih meyakini bahwa yang berkuasa mengabulkan do’a adalah Allah. Sedangkan orang-orang shaleh tersebut hanyalah sarana mereka untuk berdo’a.
Berdasarkan keterangan dari dua ayat di atas, ada satu hal penting yang perlu dicatat bahwasanya menjadikan ruh orang shaleh sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah termasuk di antara bentuk beribadah kepada selain Allah yang nilainya syirik besar dan menyebabkan pelakunya menjadi kafir.

Aliran Ilmu Gaib yang Berkembang di Indonesia

Sebelum membahas Ilmu Gaib Aliran Islam Kejawen, kita akan memperjelas dulu pengertian Ilmu Gaib yang kita pakai sebagai istilah di sini. Ilmu Gaib adalah kemampuan melakukan sesuatu yang tidak wajar melebihi kemampuan manusia biasa, sering juga disebut sebagai Ilmu Metafisika, Ilmu Supranatural atau Ilmu Kebatinan karena menyangkut hal-hal yang tidak nampak oleh mata. Beberapa
kalangan menganggap Ilmu Gaib sebagai hal yang sakral, keramat dan terlalu memuliakan orang yang memilikinya, bahkan menganggap wali atau orang suci.


Perlu saya terangkan, bahwa keajaiban atau karomah yang ada pada Wali (orang suci kekasih Tuhan) tidak sama dengan Ilmu Gaib yang sedang kita pelajari. Wali tidak pernah mengharap mempunyai keajaiban tersebut. Karomah itu datang atas kehendak Allah karena mereka adalah orang yang sangat saleh dan rendah hati. Sementara kita adalah orang yang meminta kepada Allah agar melimpahakan
kekuasaan-Nya untuk keperluan kita.

Dalam hasanah perkembangan Ilmu Gaib di Indonesia, kita mengenal dua aliran utama yaitu Aliran Hikmah dan Aliran Kejawen. Aliran Hikmah berkembang di kalangan pesantren dengan ciri khas doa/mantra yang murni berbahasa Arab (kebanyakan bersumber dari Al-Quran).
Sedangkan aliran Kejawen yang ada sekarang sebetulnya sudah tidak murni kejawen lagi, melainkan sudah bercampur dengan tradisi islam. Mantranya pun kebanyakan diawali dengan basmalah kemudian dilanjutkan dengan mantra jawa. Oleh kerena itu, saya menyebutnya Ilmu Gaib Aliran Islam Kejawen.

Aliran Islam Kejawen

Ilmu Gaib Aliran Islam Kejawen bersumber dari alkulturasi (penggabungan) budaya jawa dan nilai-nilai agama islam. Ciri khas aliran ini adalah doa-doa yang diawali basmalah dan dilanjutkan kalimat bahasa jawa, kemudian diakhiri dengan dua kalimat sahadad. Aliran Islam Jawa tumbuh syubur di desa-desa yang kental dengan
kegiatan keagamaan (pesantren yang masih tradisional).

Awal mula aliran ini adalah budaya masyarakat jawa sebelum islam datang yang memang menyukai kegiatan mistik dan melakukan ritual untuk mendapatkan kemampuan suparantural. Para pengembang ajaran islam di Pulau Jawa (Wali Songo) tidak menolak tradisi jawa tersebut, melainkan memanfaatkannya sebagi senjata dakwah.

Para Wali menyusun ilmu-ilmu Gaib dengan tatacara lelaku yang lebih islami, misalnya puasa, wirid mantra bahasa campuran arab-jawa yang intinya adalah do’a kepada Allah. Mungkin alasan mengapa tidak disusun mantra yang seluruhnya berbahasa Arab adalah agar orang jawa tidak merasa asing dengan ajaran-ajaran yang baru mereka kenal.

Di Indonesia, khususnya orang jawa, pasti mengenal Sunan Kali Jaga (Raden Said). Beliau inilah yang paling banyak mewarnai paham islam-kejawen yang dianut orang-orang jawa saat ini. Sunan Kali jaga menjadikan kesenian dan budaya sebagai kendaraan dakwahnya. Salah satu kendaran Sunan Kali Jaga dalam penyebaran ajarannya adalah melalu tembang / kidung. Kidung-kidung yang diciptakannya mengandung ajaran ketuhanan dan tasawuf yang sangat berharga. Ajaran islam yang
luwes dan menerima berbagai perbedaan.

Bahkan Sunan Kali Jaga juga menciptakan satu kidung “Rumeksa Ing Wengi” yang menurut saya bisa disebut sebagai Ilmu Gaib atau Ilmu Supranatural, karena ternyata orang yang mengamalkan kidung ini memiliki berbagai kemampuan supranatural.

Konsep Aliran Islam Kejawen

Setiap perilaku manusia akan menimbulkan bekas pada jiwa maupun badan seseorang. Perilaku-perilaku tertentu yang khas akan menimbulkan bekas yang sangat dasyat sehingga seseorang bisa melakukan sesuatu yang melebihi kemampuan manusia biasa. Perilaku tertentu ini disebut dengan tirakat, ritual, atau olah rohani.
Tirakat bisa diartikan sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan suatu ilmu.
Penabungan Energi.
Karena setiap perilaku akan menimbulkan bekas pada seseorang maka ada suatu konsep yang khas dari ilmu Gaib Aliran Islam Jawa yaitu Penabungan Energi. Jika badan fisik anda memerlukan pengisian 3 kali sehari melalui makan agar anda tetap bisa beraktivitas dengan baik, begitu juga untuk memperoleh kekuatan supranatural, Anda perlu mengisi energi. Hanya saja dalam Ilmu Gaib pengisian energi cukup
dilakukan satu kali untuk seumur hidup. Penabungan energi ini dapat dilakukan dengan cara bermacam-macam tergantung jenis ilmu yang ingin dikuasai. Cara-cara penabunganenergi lazim disebut Tirakat.
Tirakat.
Aliran Islam Kejawen mengenal tirakat (syarat mendapatkan ilmu) yang kadang dianggap kontroversial oleh kalangan tertentu. Tirakat tersebut bisa berupa bacaan doa. wirid tertentu, mantra, pantangan, puasa atau penggabungan dari kelima unsur tersebut. Ada puasa yang disebut patigeni (tidak makan, minum, tidur dan tidak boleh kena cahaya), nglowong, ngebleng dan lain-lain. Biasanya beratnya tirakat sesuai dengan tingkat kesaktian suatu ilmu. Seseorang harus banyak melakukan kebajikan dan menjaga bersihnya hati ketika sedang melakukan tirakat.
Khodam.
Setiap Ilmu Gaib memiliki khodam. Khodam adalah mahluk ghaib yang menjadi “roh” suatu ilmu. Khodam itu akan selalu mengikuti pemilik ilmu. Khodam disebut juga Qorin, ialah mahluk ghaib yang tidak berjenis kelamin artinya bukan pria dan bukan wanita, tapi juga bukan banci. Dia memang diciptakan semacam itu oleh Allah dan dia
juga tidak berhasrat kepada manusia. Hal ini berbeda dengan Jin yang selain berhasrat kepada kaum jin sendiri kadang juga ada yang “suka” pada manusia.

Macam-macam Ilmu Aliran Islam Kejawen

Berikut adalah klasifikasi ilmu gaib berdasarkan fungsinya menurut saya. Mungkin orang lain membuat klasifikasi yang berbeda dengan klasifikasi menurut saya. Hal tersebut bukan masalah karena memang tidak ada rumusan baku tentang klasifikasi ilmu Gaib.

1. Ilmu kanuragan.

Ilmu kanuragan adalah ilmu yang berfungsi untuk bela diri secara supranatural. Ilmu ini mencakup kemampuan bertahan (kebal) terhadap serangan dan kemampuan untuk menyerang dengan kekuatan yang luar biasa. Contohnya ilmu Asma’ Malaikat, Hizib Kekuatan Batin, Sahadad Pamungkas dll.

2. Ilmu Kawibawaan dan Ilmu Pengasihan

Inilah ilmu supranatural yang fungsinya mempengaruhi kejiwaan dan perasaan orang lain. lmu Kewibaan dimanfaatkan untuk menambah daya kepemimpinan dan menguatkan kata-kata yang diucapkan. Orang yang menguasai Ilmu Kewibawaan dengan sempurna akan disegani masyarakat dan tidak satupun orang yang mampu melawan perintahnya apalagi berdebat. Bisa dikatakan bila Anda memiliki ilmu ini Anda akan mudah mempengaruhi dan membuat orang lain nurut perintah Anda tanpa
berpikir panjang.Sedangkan Ilmu Pengasihan atau ilmu pelet adalah ilmu yang berkaitan dengan masalah cinta, yakni membuat hati seseorang yang Anda tuju menjadi simpati dan sayang. Ilmu ini banyak dimanfaatkan pemuda untuk membuat pujaan hati jatuh cinta padanya.
Ilmu ini juga dapat dimanfaatkan untuk membuat lawan yang berhati keras menjadi kawan yang mudah diajak berunding dan memulangkan orang yang minggat.

3. Ilmu Trawangan dan Ngrogosukmo

Jika Anda ingin tahu banyak hal dan bisa melihat kemana-mana tanpa keluar rumah, maka kuasailah ilmu trawangan. Ilmu trawangan berfungsi untuk menajamkan mata batin hingga dapat menangkap isyarat yang halus, melihat jarak jauh, tembus pandang dan lain-lain.
Sedangkan Ilmu Ngrogosukmo adalah kelanjutan dari Ilmu Trawagan.
Dalam ilmu trawangan hanya mata batin saja yang berkeliaran kemana-mana, sedangkan jika sudah menguasai ilmu ngrogosukmo seseorang bisa melepaskan roh untuk melakukan perjalanan kemanapun dia mau. Baik Ilmu Trawangan maupaun Ngrogosukmo adalah ilmu yang tergolong sulit dipelajari karena membutuhkan keteguhan dan kebersihan hati.
Biasanya hanya dikuasi oleh orang yang sudah tua dan sudah tenang jiwanya.

4. Ilmu Khodam

Seseorang disebut menguasai ilmu khodam bila orang yang tersebut bisa berkomunikasi secara aktif dengan khodam yang dimiliki. Khodam adalah makhluk pendamping yang selalu mengikuti tuannya dan bersedia melakukan perintah-perintah tuannya. Khodam sesungguhnya berbeda dengan Jin / Setan, meskipun sama-sama berbadan ghaib. Khodam tidak bernafsu dan tidak berjenis kelamin.

5. Ilmu Permainan (Atraksi)

Ada ilmu supranatural yang hanya bisa digunakan untuk pertunjukan di panggung. Sepintas ilmu ini mirip dengan ilmu kanuragan karena bisa memperlihatkan kekebalan tubuh terhadap benda tajam, minyak panas dan air keras. Namun ilmu ini tidak bisa digunakan untuk bertarung pada keadaan sesungguhnya. Contoh yang sering kita lihat adalah ilmunya para pemain Debus.

6. Ilmu Kesehatan

Masuk dalam kelompok ini adalah ilmu gurah (membersihkan saluran pernafasan), Ilmu-ilmu pengobatan, ilmu kuat seks, dan ilmu-ilmu supranatural lain yang berhubungan dengan fungsi bilologis tubuh manusia.

Tiga Cara Penurunan Ilmu Ghaib

Ada tiga hal yang menyebabkan seseorang memiliki kemampuan
supranatural. Yaitu:
-Menjalankan Tirakat.
Tirakat adalah bentuk olah rohani khas jawa yang tujuannya untuk memperoleh energi supranatural atau tercapainya suatu keinginan.
Tirakat tersebut bisa berupa bacaan doa, mantra, pantangan, puasa atau gabungan dari kelima unsur tersebut. Inilah yang disebut belajar ilmu gaib sesungguhnya, karena berhasi atau tidaknya murid menjalankan tirakat hingga menguasai ilmu, tergantung sepenuhnya pada dirinya sendiri. Dalam hal ini guru hanya memberi bimbingan.
-Pengisian.
Seseorang yang tidak mau susah payah juga bisa mempunyai kemampuan supranatural, yaitu dengan cara pengisian. Pengisian adalah pemindahan energi supranatural dari Guru kepada Murid. Dengan begitu murid langsung memiliki kemampuan sama seperti gurunya. Pengisian (transfer ilmu) hanya bisa dilakukan oleh Guru yang sudah mencapai tingkatan spiritual yang tinggi.
-Warisan Keturunan.
Seseorang bisa mewarisi ilmu kakek-buyutnya yang tidak ia kenal atau ilmu orang yang tidak dikenal secara otomatis tanpa belajar dan tanpa sepengetahuannya. Maka ada yang menyebutnya “ilmu tiban” yang artinya datang tanpa disangka-sangka.

Mitos Tentang Efek Samping

Beberapa orang masih menyakini bahwa pemilik Ilmu Gaib akan mengalami kesulitan hidup dan mati, susah dapat rezeki, bisa sakit jiwa (gila), menderita saat akan mati dll. Saya membantah mentah- mentah argument tersebut. Bukankah masalah rizqi dan nasib adalah Allah SWT yang menentukan.

Memang ada banyak pemilik ilmu gaib adalah orang yang tak punya uang alias miskin, tapi saya yakin itu bukan disebabkan oleh ilmunya, melainkan karena dia malas bekerja dan bodoh. Kebanyakan orang yang memiliki ilmu gaib menjadi sombong dan malas bekerja, hanya mengharapkan orang datang meminta pertolongannya lalu menyelipkan beberapa lembar rupiah ketika bersalaman. Jadi bukan karena Ilmunya.

Sebetulnya baik buruk efek Ilmu Gaib tergantung pemiliknya. Bisa saja Allah menghukum dengan cara menyulitkan rezeki, menyiksa saat datangnya ajal atau hukuman lain karena orang tersebut sombong dan suka menindas orang lain dengan ilmunya, bukankah kita selalu dalam kekuasaan Allah.

( Dari berbagai sumber ).

Menggapai Cinta Allah

Sepuluh Resep Menggapai Cinta Allah Ta'ala

Cintailah Allah dan berusahalah untuk menggapai cintaNya. Inilah beberapa resep yang menyebabkan seseorang mencintai Allah Ta?ala :

- Membaca Al-Qur?an dengan tadabbur dan memahaminya dengan baik.

- Mendekatkan diri kepada Allah Ta?ala dengan shalat sunat setelah mendahulukan shalat wajib.

- Selalu dzikirullah (mengingat Allah) dalam segala kondisi dengan hati, lisan dan perbuatan.

- Mengutamakan kehendak Allah di saat berbenturan dengan kehendak hawa nafsu.

- Menanamkan dalam hati nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta?ala dan memahami maknanya.

- Memperhatikan karunia dan kebaikan Allah kepada kita.

- Menundukkan hati dan diri ke haribaan Allah.

- Menyendiri untuk beribadah kepada Allah, bermunajat dan membaca kitab suciNya di waktu malam saat orang lelap tidur.

- Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang shaleh, mengambil hikmah dan ilmu dari mereka.

- Menjauhkan sebab-sebab yang dapat menjauhkan kita daripada Allah

Sesat di Rimba Ilmiah

Sebuah tulisan yang bernada ilmiah selalu mengundang decik kekaguman, untuk itu agar saya tidak kelihatan bodoh, dan karena saya bosan menulis yang ringan-ringan, tulisan ilmiah ini saya buat. Dan seperti mahasiswa Indonesia yang sedang menyusun skripsi, saya jelas banyak mengambil jalan pikir “orang-orang besar” atau “ahli dibidangnya” dan menulis cacatan kaki sana sini bawah disetiap halaman. Tulisan ini masih dalam rangka menemukan Tuhan dan arti Hidup. Harap pembaca sedikit merenung…. Ini adalah sebuah tulisan ilmiah…

Tracey Chaffen mengatakan dibukunya “modern cosmology” bahwa “life” dan “living being” adalah sebuah bentuk information code yang terjaga dalam seleksi alam, terperangkap dalam human brain and soul. Sedangkan Debra Ball dibukunya “definition of life” mengatakan bahwa asal usul mahluk hidup bukanlah dari carbon chemistry, tapi dari mettalic crystals.

Sebuah tulisan berbau ilmiah yg kental bukan? Ok, saya teruskan…. Sylvester Middlebrook dalam pencariannya terhadap arti “hidup” punya pandangan lain, dalam bukunya “God and Resurrection of Dead” dia mangatakan bahwa Tuhan sebenarnya adalah sebuah maha komputer buatan manusia yang terprogram untuk mencreate semua hal. Komputer ini buatan future humanbeing yang sanggup menciptakan partikel kecil seperti elektron dan atom sampai matahari dan universe. Dan juga kehidupan.

Lorrey Winter lain lagi. Dibukunya “Is there God” dia berani berucap “Tuhan, setelah saya selidiki ternyata cuma adalah legenda purba yang turun temurun nyangkut diotak manusia”. Sehingga secara tidak sadar sebenarnya Tuhan adalah made in humanbeing. Hidup seperti juga Tuhan, sebenarnya juga adalah persoalan sensory. Sebuah naluri, sebuah instink yang tidak berwujud. Sehingga hidup seperti juga Tuhan, absurd….

Booker Fosset dibukunya “Final State” mengatakan Agama adalah sebuah alat berlindung, sebuah safe heaven bagi jiwa-jiwa gelisah yang tidak mengerti Tuhan dan kehidupan. Dan karena kematian itu sendiri tidak pernah dimenegerti manusia, kehidupan sebagai antithesist dari kematian, sama-sama hilang artinya.

Hassanah Abdullah, seorang pemikir besar keturunan Mesir malah secara lantang mengatakan bahwa “ada kekeliruan pemahaman tentang hidup” dalam masyarakat beragama. Menjauhi hedonisme untuk masuk surga, kata dia justru menandakan bahwa manusia beragama adalah hedonis tulen yang selalu mencita citakan hidup senang nanti setelah kematian. Di buku pemikir edan ini “If there was proof” secara gamblang dia malah menekankan surga itu ada dibumi sekarang ini, bukan di akhirat atau dimensi lain. “Modern hedonistic” adalah surga yang terbaik, begitu menurutnya.

Kawan yang baik, apakah anda sudah mengerutkan dahi dan berpikir tentang tulisan saya ini? Apakah saya terdengar begitu ilmiah dan berwawasan luas? Apakah saya nampak intelek dan banyak membaca buku?

Baiklah, saya akan berterus terang.
Bila anda sediki terpengaruh dengan tulisan saya diatas, bila anda begitu kagum pada nama pemikir dan scientist diatas, Anda akan lebih kagum lagi setelah membaca catatan kaki saya dibawah tentang para ilmuwan brilyan tersebut.

Catatan kaki:
Tulisan saya adalah fiktif, semua pemikiran diatas saya tulis dalam 10 menit ketika menulis. Dan nama-nama diatas bukanlah nama pemikir atau ilmuwan. 5 nama pertama saya dapatkan dari daftar pasien ER Methodist Hospital di Memphis, Tennesse tanggal 22 December 1997, yang saya dapatkan ditempat kerja. Dan nama terakhir adalah bekas roomate saya orang Palembang yang kerja menjadi kuli konstruksi.

Agar lengkapnya saya perkenalkan:
Tracey Chaffen.
Waiter 26 tahun, masuk ER karena tangannya tertumpah air panas.
Debra Ball.
Student, tampon stuck in Vagina.
Sylvester Middlebrook.
Pengangguran with broken testicles.
Lorry Winter.
English teacher with Blurred Vision and discomfort mental status.
Dean Winters
Dishwasher yang perutnya tergigit laba-laba.

Dan perkenalkan Abdullah, seorang Pelembang yang lebih pelit dari kombinasi Padang dan Yahudi. Dia sekarang tinggal di Los Angeles.

Apakah gunanya saya menulis tulisan ini?
Ini adalah sebuah kritik untuk anda penggemar tulisan yg sok keilmiah ilmiahan. Dan krtitik untuk mahasiswa yang dalam setiap skripsi selalu mencantumkan penuh pemikiran-pemikiran ilmuwan besar, scientis terkenal, filsuf ternama. Begitu sampai halaman terakhir, kesimpulan pemikirannya sendiri ternyata tidak ada alias nol…

Seperti juga penulis aktif dimilis ini yang “mencoba memahami Gus Dur” sampai berjilid jilid dan seri, anda yang kritis pasti akan bertanya kalau mencoba paham kenapa sampai menulis seperti cerita bersambung seperti itu? Bukannya itu justru menunjukan kebingungan? Dan siapa sih Gus Dur itu sampai mesti dipahami seperti seorang filsuf terkenal?(*)

Kritis itu penting. .

Cinta Rasulullah

“Manusia tidak jatuh ‘ke dalam’ cinta, dan tidak juga keluar ‘dari cinta’. Tapi manusia tumbuh dan besar dalam cinta”.

Cinta, di banyak waktu dan peristiwa orang selalu berbeda mengartikannya. Tak ada yang salah, tapi tak ada juga yang benar sempurna penafsirannya. Karena cinta selalu berkembang, ia seperti udara yang mengisi ruang kosong. Cinta juga seperti air yang mengalir ke dataran yang lebih rendah.

Tapi ada satu yang bisa kita sepakati bersama tentang cinta. Bahwa cinta, akan membawa sesuatu menjadi lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Mengajarkan pada kita betapa, besar kekuatan yang dihasilkannya. Cinta membuat dunia yang penat dan bising ini terasa indah, paling tidak bisa kita nikmati dengan cinta.

Cinta mengajarkan pada kita, bagaimana caranya harus berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima, memberi dan mempertahankan. Teringat kisah Bandung Bondowoso yang tak tanggung-tanggung membangunkan seluruh jin dari tidurnya dan menegakkan seribu candi untuk Lorojonggrang seorang. Sakuriang tak kalah dahsyatnya, diukirnya tanah menjadi sebuah telaga dengan perahu yang megah dalam semalam demi Dayang Sumbi terkasih yang ternyata ibu sendiri. Tajmahal yang indah di India, di setiap jengkal marmer bangunannya terpahat nama kekasih buah hati sang raja juga terbangun karena cinta. Bisa jadi, semua kisah besar dunia, berawal dari cinta.

Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik.

Dan Islam tidak saja mengagungkan cinta tapi memberikan contoh kongkrit dalam kehidupan. Lewat kehidupan manusia mulia, Rasulullah tercinta.

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, jika mungkin.

Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membukakan mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”

“Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi.

“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”

“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: “Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.

“Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu.”

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telingan ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“Ummatii, ummatii, ummatiii” Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu.

Kini, mampukah kita mencinta sepertinya?

Sabtu, 13 Juni 2009

NERAKA DAN SYURGA

بسم الله الرحمن الرحيم                                                                


 
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Ketika Allah telah menciptakan Surga, Dia berfirman kepada Jibril : ‘Pergilah dan lihatlah ke sana.’ Maka Jibril pergi dan melihat ke sana. Lalu kembali dan berkata : ‘Wahai Rabb-ku, demi ‘izzah-Mu tidak ada seorang pun yang mendengar tentangnya melainkan ia ingin masuk ke dalamnya.’ Kemudian Allah menutupi Surga itu dengan hal-hal yang tidak disukai, lalu Allah berfirman : ‘Hai, Jibril, pergilah dan lihatlah ke sana.’ Maka Jibril pun pergi dan melihat ke sana, lalu kembali dan berkata : ‘Wahai Rabb-ku demi ‘izzah-Mu aku khawatir tak ada seorang pun yang dapat masuk ke dalamnya.’ Ketika Allah telah menciptakan Neraka, Dia berfirman : ‘Hai Jibril, pergilah dan lihatlah ke sana.’ Maka Jibril pun pergi dan melihat ke sana, lalu kembali seraya berkata : ‘Demi ‘izzah-Mu, tidak ada seorang pun yang mendengar tentangnya ingin memasukinya.’ Kemudian Allah meliputinya dengan hal-hal yang disukai (syahwat). Kemudian Dia berfirman : ‘Hai Jibril, pergilah dan lihatlah ke sana.’ Maka Jibril pun pergi dan melihatnya seraya berkata : ‘Wahai Rabb-ku, demi ‘izzah-Mu aku khawatir tidak akan ada seorang pun yang tertinggal kecuali akan masuk ke dalamnya.’ “

Hadits ini diriwayatkan oleh :

- Ahmad dalam Musnad-nya 2/333, 354, 373.

- Abu Dawud dalam Sunan-nya Kitabus Sunnah, bab Fi Khalqil Jannah wan Nar 4744 dan dalam Shahih Sunan Abi Dawud 3970 Syaikh Al Albani berkata : Hasan Shahih.

- Tirmidzi dalam Sunan-nya bab Shifatil Jannah, bab Ma Ja’a Annal Jannata Huffat bil Makarih 3698, dalam Shahih Sunan Tirmidzi dengan nomor 2075 Syaikh Al Albani berkata : Hasan Shahih.

- An Nasa’i dalam Sunan-nya kitab Al Aiman wan Nudzur bab Al Half bi ‘Izzatillah 3772 dan dalam Shahih An Nasa’i 3523 Al Albani berkata : Hasan Shahih.

- Al Ajurri dalam As Syari’ah halaman 345, ta’liq Al Faqi.

- Al Lalika’i dalam Syarhus Sunnah 6/1190 nomor 2250 dan Abu Ya’la Al Maushuh-li 5/356 nomor 5914 dalam Musnad-nya. Semua dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu. Lihat pula keterangan ini dalam Al Qa’id ila Tash-hihil ‘Aqa’id 9, Syarah Ath Thahawiyah 558, Misykah 5696, Shahihul Jami’ 5210.

“ ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau kalian melihat apa yang telah aku lihat niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.’ Para shahabat bertanya : ‘Apa gerangan yang engkau lihat, wahai Rasulullah ?’ Beliau berkata : ‘Aku telah melihat Surga dan Neraka.’ ”

Hadits ini diriwayatkan oleh :

- Muslim dalam Kitabush Shalah bab Tahrimu Sabqil Imam, kitab 4 bab 25 hadits 112.

- An Nasa’i dalam Kitabus Sahur bab An Nahyu ‘an Mubadaratil Imam, kitab 13 bab 103. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan An Nasa’i 1291 dari Anas.

“ … aku melihat ke dalam Neraka, maka aku melihat penghuninya yang paling banyak adalah para wanita.”

Hadits ini diriwayatkan oleh :

- Bukhari dalam kitab Bad’ul Khalq bab Maa Ja’a fi Shifatil Jannah (kitab 59 bab 8).

- Tirmidzi dalam kitab Shifatil Jahannam bab Maa Ja’a Anna Aktsara Ahli Nar An Nisa’ (kitab 40 bab 11 hadits ke-2602), dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi 2098 dari Ibnu Abbas.

- Ahmad 2/297 dari Abu Hurairah. Dan hadits ini dishahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’ 1030.

Penjelasan

Ahlus Sunnah wal Jamah meyakini bahwa Surga dan Neraka adalah makhluk Allah. Surga disediakan untuk orang-orang yang bertakwa lagi Mukmin. Sedangkan Neraka disediakan untuk orang-orang kafir. Sebagaimana tercantum dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.

Al Imam Al Hasan bin Ahmad Al ‘Athar Al Hamadzani dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abi Hatim berkata : “Aku bertanya kepada ayahku dan Abu Zur’ah radhiallahu 'anhuma tentang madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah dan mereka peroleh dari ulama di seluruh negeri.” Kemudian beliau menyebutkan secara global akidah keduanya dan berkata : “Surga dan Neraka itu benar, keduanya adalah makhluk, keduanya tidak akan binasa. Surga sebagai balasan untuk wali-wali-Nya dan Neraka sebagai hukuman bagi orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya, kecuali orang yang dirahmati.” (Dzikrul I’tiqad wa Dzammul Ikhtilaf halaman 910. Riyadlul Jannah bi Takhrij Ushulis Sunnah oleh Ibnu Zamain tahqiq Abdullah Al Bukhari halaman 134)

Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa Surga dan Neraka sudah ada sekarang meskipun golongan Mu’tazilah menentang permasalahan ini. Abul Hasan Al Asy’ari rahimahullah mengatakan bahwa telah terjadi perselisihan tentang Surga dan Neraka, apakah keduanya telah diciptakan atau belum. Maka Ahlus Sunnah meyakini bahwa keduanya telah diciptakan. Sedangkan mayoritas ahlul bid’ah menyatakan bahwa keduanya belum diciptakan. (Maqalat Al Islamiyyah 2/168)

Ibnu Abil ‘Izzi menyatakan : “Ahlus Sunnah telah bersepakat bahwa Surga dan Neraka adalah makhluk dan sudah ada sekarang. Ahlus Sunnah terus menerus dalam keadaan seperti itu. Kemudian muncul golongan Mu’tazilah dan Qadariyah yang mengingkarinya dan mengatakan bahwa Allah menciptakan Surga dan Neraka nanti di hari kiamat. Yang mendorong mereka berpendapat begitu adalah dasar pemikiran mereka yang rusak yang mereka jadikan syariat terhadap setiap perbuatan Allah. Misalnya ungkapan mereka bahwa “Allah harus berbuat begini dan begitu” atau “Allah tidak pantas berbuat begini dan begitu”. Mereka mengukur perbuatan Allah dengan perbuatan makhluk, sehingga mereka terjerumus menjadi kaum musyabihah (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) dalam hal perbuatan Allah. Pemikiran Jahmiyah pun masuk kepada mereka sehingga mereka pun terjerumus pada mu’athilah (meniadakan sifat-sifat Allah). Mereka menyatakan bahwa apabila Surga diciptakan sebelum hari pembalasan, maka hal ini adalah perbuatan yang sia-sia karena Surga akan kosong dalam waktu yang lama. Mereka pun menolak dalil-dalil yang membantah pemahaman mereka yang rusak ini. Mereka menyimpangkan dalil-dalil dan menganggap sesat serta membid’ahkan orang yang membantah pendapat mereka. (Syarh Al Aqidah At Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, tahqiq Al Albani halaman 920 dan tahqiq Ahmad Syakir halaman 920)

Seorang Imam Ahus Sunnah wal Jamaah di masanya, yaitu Imam Abu Muhammad Al Hasan bin Ali Al Barbahari (wafat 329 H) menyatakan dalam Syarhus Sunnah : “Kita mengimani bahwa Surga dan Neraka adalah benar adanya, keduanya adalah makhluk. Surga berada di langit yang ketujuh dan atapnya adalah Arsy. Neraka di bawah bumi yang ketujuh. Keduanya telah diciptakan. Allah Maha Mengetahui tentang jumlah penduduk Surga dan orang yang masuk ke dalamnya dan jumlah penduduk Neraka. Keduanya tidak hancur dan akan kekal bersama Allah selama-lamanya.” (Syarhus Sunnah. Al Barbahari. Tahqiq Ar Radadi halaman 74)

Imam Abu Bakr Muhammad bin Al Husain Al Ajurri (wafat 360 H) mengatakan dalam kitabnya Asy Syari’ah : “Ketahuilah --semoga Allah merahmati kita semua-- sesungguhnya Al Qur’an bersaksi bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menciptakan Surga dan Neraka sebelum menciptakan Adam ‘Alaihis Salam dan telah menciptakan bagi Surga penghuninya dan bagi Neraka demikian juga sebelum Dia menciptakan mereka ke dunia. Orang-orang yang dilingkupi Islam dan merasakan manisnya iman tidak berselisih dalam hal ini. Hal tersebut telah ditunjukkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah, maka kita berlindung kepada Allah terhadap orang yang mendustakan hal ini.” (Asy Syari’ah. Al Ajurri halaman 345. Ta’liq Abdul Hamid Faqi)

Dalil-dalil yang menunjukkan sudah adanya Surga dan Neraka di dalam Al Qur’an pun banyak, di antaranya :

Allah berfirman :

“Maka takutlah kalian terhadap Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu yang telah disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah : 24)

“Sesungguhnya Kami telah menyediakan bagi orang-orang dhalim itu api Neraka yang pagarnya melingkupi mereka.” (Al Kahfi : 29)

“Dan telah Kami sediakan Jahannam untuk mereka dan Neraka Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (Al Fath : 6)

“Dan telah Kami sediakan Neraka Sa’ir bagi orang-orang yang telah mendustakan hari kiamat.” (Al Furqan : 11)

Demikianlah akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dibangun di atas Al Qur’an dan As Sunnah, bukan berdasarkan lamunan, khayalan, hasil pemikiran, simposium sehari atau yang sejenisnya.

Memohon Surga Dan Berlindung Dari Api Neraka

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah bersabda : “Barangsiapa memohon Surga kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala tiga kali maka Surga akan berkata : ‘Ya Allah masukkanlah dia ke dalam Surga.’ Dan barangsiapa memohon perlindungan dari Neraka tiga kali maka Neraka akan berkata : ‘Ya Allah, jauhkanlah dia dari Neraka.’ “ (HR. Tirmidzi dalam Sunan-nya kitab Shifatul Jannah bab Ma Ja’a fi Shifatin Nar wal Jannah 2572-Syakir. Dalam Shahih Tirmidzi 2079 Al Albani berkata : Shahih)

Dari ‘Adi bin Hatim (ia berkata) : “Aku mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Barangsiapa di antara kalian sanggup mendinginkan Neraka walau dengan separuh buah kurma maka hendaklah ia lakukan.’ “ (HR. Muslim dalam Shahih-nya. Kitabuz Zakat bab Al Hatstsu ‘alash Shadaqah nomor 1016)

Beberapa Sifat Para Penghuni Surga Dan Neraka

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Surga dan Neraka bertengkar. Surga berkata : ‘Yang masuk ke dalamku adalah orang-orang yang lemah dan miskin.’ Neraka berkata : ‘Yang masuk ke dalamku adalah orang-orang yang keras dan sombong.’ Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata kepada Neraka : ‘Engkau adalah adzab-Ku. Aku menyiksa denganmu siapa pun yang Aku kehendaki.’ Dan berkata kepada Surga : ‘Engkau adalah rahmat-Ku, Aku rahmati denganmu siapa pun yang Aku kehendaki.’ Dan masing-masing kalian akan Aku penuhi.’ “ (HR. Bukhari dalam Kitabut Tauhid bab 25 dari Abu Hurairah hadits 7449. Muslim dalam Kitabul Jannah bab An Nar Yadkhuluhal Jabbarun wal Jannah Yadkhuluhadl Dlu’afa nomor 34-36 dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id dan lain-lain)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Para penghuni Neraka adalah setiap orang yang kasar, gemuk sampai miring dalam berjalan dan orang yang sombong.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya 6/169, 214 dari Abdullah bin ‘Amr. Al Hakim dalam Mustadrak-nya 2/499 dari Abdullah bin ‘Amr 3/619 dari Suraqah. Ath Thabrani dalam Al Kabir 6589 dari Suraqah. Lihat juga Shahihul Jami’ 2529 dan Ash Shahihah 1741)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Dua jenis penduduk Neraka yang belum pernah aku lihat, (yaitu) suatu kaum yang membawa cambuk-cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul orang dan para wanita yang memakai pakaian tapi telanjang, menyimpang dari ketaatan kepada Allah, kepala-kepala mereka seperti punuk onta yang miring. Mereka (para wanita) itu tidak akan masuk ke dalam Surga dan tidak mendapati baunya, padahal baunya tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim nomor 52, 125 atau 2128. Ahmad 2/356, 440 dan lain-lain. Lihat juga Shahihul Jami’ 3799 oleh Al Albani dan beliau menshahihkannya)

Dari Imran bin Hushain berkata : “Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Sesungguhnya penghuni Surga yang paling sedikit adalah para wanita.’ “ (HR. Muslim 95, 2738. An Nasa’i 385)

Perbandingan Antara Panasnya Api Dunia Dengan Api Neraka

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“ ‘Api kalian ini yang dinyalakan oleh anak Adam adalah satu bagian dari 70 bagian Neraka Jahannam.’ Ada shahabat yang berkata : ‘Wahai Rasulullah, ini saja sudah demikian keadaannya.’ Beliau bersabda : ‘Sesungguhnya yang lainnya ada 69 bagian lagi semuanya seperti itu panasnya.’ “ (HR. Malik dalam Muwaththa’ 2/324. Ahmad dalam Musnad-nya 2/467. Bukhari dalam kitab Bad’ul Khalqi bab Shifatin Nar hadits 3265. Muslim dalam Kitabul Jannah bab Fii Syiddati Narri Jahannam dan lain-lain. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Tirmidzi nomor 2088, 2089 dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id. Lihat juga At Ta’liqur Raghib 4/226 : Q)

Kerasnya Adzab Bagi Para Ahli Neraka

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Sesungguhnya manusia yang paling keras adzabnya pada hari kiamat adalah para penggambar.” (HR. Bukhari dalam Kitabul Libas bab ‘Azabul Mushawirin Yaumal Qiyamah hadits 595 - Fath dari Ibnu Mas’ud. Muslim dalam Kitabul Libas bab Tahrim Tashwir hadits 98 atau 2109 dari Ibnu Mas’ud dan lain-lain. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan An Nasa’i 9950 dan Ghayatul Maram 119)

Kekalnya Penduduk Surga Dan Neraka Serta Peristiwa Penyembelihan Maut

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Bila penduduk Surga dan penduduk Neraka (masing-masing) sudah masuk ke dalamnya, maut (kematian) didatangkan hingga dijadikan di antara Surga dan Neraka, kemudian disembelih. Setelah itu ada yang menyeru : ‘Wahai para penghuni Surga, tidak ada lagi kematian. Maka bertambahlah kegembiraan penghuni Surga. Wahai penghuni Neraka, tidak ada lagi kematian. Maka bertambahlah kesedihan penghuni Neraka.’ ” (HR. Bukhari dalam Kitabut Tafsir bab Wa Andzirhum Yaumal Nasyrah hadits 473 dari Abu Sa’id dan Kitabur Riqab bab Shifatul Jannah wan Nar hadits 6584 dari Ibnu Umar dan dalam lafadh Abu Sa’id : “(Maut itu) seperti kambing gemuk.” Muslim dalam Kitabul Jannah bab An Nar Yadkhuluhal Jabbarun hadits 143 dan 285 dari Ibnu Umar dan lain-lain. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Tirmidzi 2083 dan lihat ta’liq beliau dalam Adl Dla’ifah 2669)

Oleh karena itu alangkah bahayanya apa yang telah dilontarkan Dr. Yusuf Al Qardlawi di dalam kitabnya “Bagaimana bermu’amalah dengan Sunnah (Kaifa Nata’mal Ma’as Sunnah).” Halaman 160 (edisi berbahasa Arab). Di situ dia berkomentar dengan perkataan yang sangat rusak yaitu : “Bagaimana kematian itu bisa disembelih ? Atau kematian bisa mati ?” Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid hafidhahullah memasukkan Dr. Yusuf Al Qardlawi sebagai salah satu tokoh ‘aqlani (golongan yang mengutamakan akal dalam beragama).

Orang Bertauhid Yang Disiksa Di Neraka Akan Dikeluarkan Darinya

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Akan diadzab segolongan orang bertauhid sampai mereka menjadi abu, kemudian mereka mendapatkan rahmat sehingga mereka dikeluarkan dan dicampakkan ke pintu Surga. Para penghuni Surga akan menyiramkan air kepada mereka sehingga mereka tumbuh seperti tumbuhnya tanaman di tempat subur lalu mereka masuk Surga.” (HR. Tirmidzi dalam kitab Shifat Jahannam 2597 bab 10 dari Jabir radhiallahu 'anhu. Lihat Shahih Tirmidzi 2094 dan lain-lain)

Di antara faedah yang dapat dipetik dari penjelasan di atas adalah bantahan terhadap pendapat atau keyakinan yang menyatakan bahwa orang Islam yang masuk Neraka tidak akan keluar lagi. Pendapat mereka itu adalah sesat. Hendaklah mereka segera bertaubat kepada Allah dan kembali kepada pemahaman Ahlus Sunnah wal Jamaah, sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat.

Demikianlah pembicaraan singkat tentang Surga dan Neraka. Sesungguhnya masih banyak dalil-dalil yang membicarakan tentang Surga dan Neraka tetapi cukuplah kiranya beberapa hadits yang shahih sebagai peringatan bagi kita semua.

Ya Allah ya Rabb kami, jauhkanlah kami dari Neraka-Mu dan masukkanlah kami ke Surga-Mu.

“Maka barangsiapa yang dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga, sesungguhnya ia telah beruntung. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali Imran : 185)

Wallahu A’lam Bis Shawab.

DI MANAKAH SYURGA DI MANAKAH NERAKA . .

   
  Bagian terakhir dari kehidupan Akhirat adalah Surga dan Neraka. Surga adalah 
tempat yang digambarkan sangat indah dan penuh fasilitas, yang disediakan bagi 
orang-orang yang banyak berbuat kebajikan. Sedangkan Neraka, adalah tempat yang 
digambarkan sangat mengerikan yang disediakan untuk orang-orang yang banyak 
berbuat dosa dan kejahatan.
   
  Dimanakah kedua tempat itu berada? Sampai sejauh ini, kebanyakan kita tidak 
memperoleh kesimpulan yang cukup memadai untuk menggambarkan Surga. Padahal 
sebenarnya Al Qur'an memberikan informasi yang sangat banyak tentang keduanya. 
Jika kita mencermatinya, Insya Allah kita bisa memperoleh gambaran yang lumayan 
baik.
   
  Yang pertama, Surga itu ternyata luasnya seluas langit dan Bumi. Hal ini 
disebutkan Allah didalam firmanNya
   
  QS. Ali Imran (3) : 133
  “Dan bersegeralah kalian kepada ampunan Allah dan Surga yang luasnya 
seluas langit dan Bumi, yang disediakan kepada orang-orang yang bertakwa.”
   
  Seberapakah luasnya langit dan bumi? menjawab pertanyaan ini, harus terlebih 
dahulu pertanyaan : Langit yang mana, dan Bumi yang mana? Lho, apakah ada 
beberapa langit dan Ternyata langit kita ada 7 buah, dan demikian Apakah ada 
informasinya di dalam Al Qur'an? yang dijelaskan oleh Allah di dalam firmanNya.
   
  QS Ath Talaaq (65) : 12
  "Allah-lah yang menciptakan tujuh langit, dan seperti itu pula Bumi.
   
  Bagaimanakah menjelaskan bahwa langit dan Bumi itu ada tujuh? Hal ini memang 
sangat abstrak, tetapi sebenarnya bisa dijelaskan dengan teori dimensi.
   
  Akan tetapi secara ringkas dan global saya coba uraikan di sini. 
Berulangkali, Allah memang mengatakan bahwa Dia menciptakan langit alam semesta 
ini sebenarnya bukan hanya satu, melainkan tujuh.
   
  Langit yang pertama dihuni oleh manusia, hewan, dan tumbuhan, serta 
benda-benda langit seperti bintang, planet, galaksi, supercluster dan lain 
sebagainya. Langit yang disebut sebagai langit Dunia ini berdimensi 3.
   
  Langit kedua dihuni oleh bangsa jin. Mereka memiliki dimensi 4. Alamnya 
sebenarnya berdampingan dengan kita, akan tetapi tidak bersentuhan, karena 
memang dimensinya berbeda. Perbandingannya bagaikan 'Dunia Bayangan' yang 2 
dimensi dan hidup di permukaan tembok, dengan 'Dunia Manusia' yang berdimensi 
3, hidup di dalam ruangan. Kedua dunia itu hidup berdampingan tetapi tidak 
bercampur aduk.
   
  Langit ketiga sampai ke enam, berturut-turut adalah berdimensi 5, 6, 7, dan 
8. Semua langit itu digunakan dalam masa penantian' oleh jiwa-jiwa manusia yang 
telah mati, selama di Alam Barzakh. Rasulullah, diceritakan pernah bertemu jiwa 
para Nabi ketika menjalani Mi'raj ke langit yang ke tujuh.
   
  Langit yang ke tujuh adalah langit tertinggi, yang berdimensi 9. Di langit 
inilah terdapat Surga dan Neraka. Ketika berada di Sidratul Muntaha, di langit 
ke tujuh, Rasulullah pernah melihat Surga. Hal ini diceritakan di ayat berikut 
ini.
   
  QS. An Najm (53) : 14 - 15
  “Di Sidratul Muntaha.”
  “Di dekatnya ada Surga tempat tinggal”
   
  Langit ke tujuh adalah langit yang 'terbesar' dan 'tertinggi' di antara ke 
tujuh langit itu. Sebab, menurut teori dimensi, langit yang lebih rendah 
dimensinya, termuat oleh langit yang lebih tinggi dimensinya. Berarti, langit 
ke tujuh memuat langit ke enam, memuat langit ke lima, ke empat ke tiga, ke dua 
dan ke satu.
   
  Bayangkan, ibarat sebuah kubus (dimensi 3) yang tersusun dari 
lembaran-lembaran luasan (dimensi 2), dan tersusun oleh garis-garis (berdimensi 
1), serta memuat titik titik dalam jumlah tak berhingga, sebagai komponen 
penyusunnya.
   
  Pendek kata, langit ke tujuh memuat seluruh eksistensi yang ada di langit 
pertama sampai ke tujuh. Maka, ketika Surga itu berada di langit ke tujuh, 
sebenarnya Surga itu memang memiliki luas yang seluas luasnya: terbentang 
antara langit dan Bumi. Bukan hanya langit Dunia, melainkan langit Akhirat, 
yaitu di langit yang ke tujuh. Akan tetapi, semua itu bisa diobservasi dari 
Bumi yang kita tempati ini. Kenapa bisa demikian?
   
  Bumi yang kita tempati ini berada di dalam pertama alias langit Dunia. Akan 
tetapi, karena langit pertama menjadi komponen penyusun Langit Kedua, maka Bumi 
ini juga berada di langit ke dua. Jika sebuah garis tersusun dari titik-titik, 
dan sebuah luasan tersusun dari garis garis yang dijejer, maka titik-titik itu 
pun akan menjadi penyusun luasan
   
  Demikian pula, Bumi sebagai komponen penyusun langit pertama, juga tetap 
eksis di langit ke dua, di langit tiga sampai langit yang ke tujuh.
   
  Hanya saja, karena sudut pandang setiap langit adalah berbeda beda, maka Bumi 
yang sama dilihat dari langit pertama akan berbeda dibandingkan dengan dilihat 
dari langit kedua. Demikian pula akan berbeda jika dilihat dari langit ke tiga 
sampai langit ke tujuh.
   
  Sehingga, kita bisa memahami apa yang dikatakan di QS. 65 : 12 di atas, bahwa 
sebagaimana langit, Bumi temyata juga ada 7 buah. Sebenarnya, bukan ada 7 buah 
Bumi, melainkan Bumi yang satu tersebut memiliki 7 wajah sesuai dengan sudut 
pandang langitnya.
   
  Dari Bumi yang satu itu juga kita sebenarnya bisa mengobservasi langit yang 
ke tujuh. Untuk bisa merasakan Surga dan Neraka, kita tidak perlu beranjak ke 
mana-mana. Cukup dari Bumi saja!
   
  Karena itu Allah mengatakan bahwa Akhirat itu sebenarnya terjadi di Bumi, 
seperti dikatakan Allah di QS. 7:25. Di Bumi itulah kita hidup, di Bumi itu 
kita mati, dan di Bumi itu pula kita dibangkitkan.
   
  Jadi, pada kenyataannya, kita ini sudah berada di dalam Akhirat (langit ke 
tujuh) sejak hidup di dunia. Hanya karena keterbatasan fisik dan indera kita 
saja, maka kita tidak menyadari bahwa kita telah berada di dalam alam Akhirat 
sejak awal.
   
  Alam Akhirat bukanlah alam yang sekarang tidak ada, lantas nanti diadakan 
setelah terjadinya kiamat. Bukan begitu. Alam Akhirat ini sekarang sudah ada. 
Bahkan, sejak alam semesta diciptakan, Allah sudah menciptakan Akhirat, Surga 
dan Neraka di langit yang ke tujuh. Tapi kita belum bisa merasakannya, karena 
badan kita 'terikat' di dimensi 3. Sementara itu, Akhirat berada di dimensi 9.
   
  Buktinya, Rasulullah sudah pernah melihat Surga itu di langit ke tujuh, saat 
Mi'raj. Dan ketika itu, sebenarnya Rasulullah tidak beranjak dari Bumi. Beliau 
hanya mengalami perjalanan dimensional, dari dimensi 3 di langit pertama menuju 
dimensi 9 di langit ke tujuh. Tetapi beliau masih tetap berada di Bumi!
   
  Oleh sebab itu, Surga ini bisa ditampakkan atau tidak ditampakkan oleh Allah 
kepada kita, karena ia memang sudah ada. Persoalannya, ia tersembunyi dari 
pandangan kita dikarenakan terbatasnya dimensi manusia. Jika batas-batas 
dimensi itu disingkapkan oleh Allah, kita akan bisa 'melihatnya' atau bahkan 
merasakannya.
   
  Nah, hal itu bakal terjadi kepada kita setelah terjadinya kiamat Bumi. Alam 
semesta bergerak menciut kembali, sehingga hukum alamnya akan berbalik 180 
derajat. Indera kita, termasuk 'mata hati', bakal bisa mengobservasi dan 
merasakan seluruh langit yang tujuh itu dari Bumi. Kita lantas bisa 'melihat' 
Surga dan Neraka, termasuk para malaikat yang hidup di langit ke tujuh.
   
   
   
   
   

Dialah Allah yang menciptakan cinta,

maka cintailah Allah diatas segalanya 

karena Ia telah memberikan kita hati untuk mencinta 

dan cintailah apa yang Allah cinta terhadap nya.